Para pendiri negara pada masa lalu
telah merumuskan dan menetapkan dasar negara dalam menggapai cita-cita sebagai
negara yang merdeka dan berjaya.
1. Pembentukan BPUPKI
Bangsa Indonesia mengalami sejarah yang panjang dalam melawan
penjajah.Bangsa Indonesia pernah mengalami penderitaan ketika dijajah Belanda.
Sejarah juga mencatat kekalahan Belanda oleh Jepang kemudian menyebabkan bangsa
Indonesia dijajah oleh Jepang. Pepatah
“lepas dari
mulut harimau, masuk ke mulut buaya” tepatlah kiranya untuk menggambarkan bagaimana kondisi bangsa Indonesia saat itu. Jepang mulai menguasai Indonesia setelah Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang Jawa Barat pada tanggal 8 Maret 1942. Semboyan “Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia” didengungkan oleh Jepang untuk menarik simpati
mulut harimau, masuk ke mulut buaya” tepatlah kiranya untuk menggambarkan bagaimana kondisi bangsa Indonesia saat itu. Jepang mulai menguasai Indonesia setelah Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang Jawa Barat pada tanggal 8 Maret 1942. Semboyan “Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia” didengungkan oleh Jepang untuk menarik simpati
rakyat Indonesia. Sejak berkuasa di
Indonesia, Jepang dengan segala cara menguras kekayaan dan tenaga rakyat
Indonesia yang menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
Penjajahan
oleh Belanda dan Jepang menimbulkan penderitaan yang dalam bagi bangsa
Indonesia. Namun, penderitaan tersebut tidak menyurutkan semangat bangsa
Indonesia untuk meraih kemerdekaan.Berbagai upaya dilakukan bangsa Indonesia
dengan menyusun barisan dan bersatu padu mewujudkan kemerdekaan yang
dicita-citakan. Pada bulan September 1944, Perdana Menteri Jepang, Koiso, dalam sidang
parlemen mengatakan bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Tindak lanjut dari janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945, Jepang
mengumumkan pembentukan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI). BPUPKI beranggotakan 62 orang
yang terdiri atas tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan 7 orang anggota perwakilan
dari Jepang. Ketua BPUPKI adalah dr.
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, dengan dua wakil ketua, yaitu: Ichibangase
Yosio (Jepang) dan R.P Soeroso. BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali
sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Sidang resmi pertama tanggal 29
Mei sampai dengan 1 Juni 1945, membahas tentang dasar negara. Sedangkan
sidang
kedua berlangsung tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945 dengan membahas
rancangan Undang-Undang Dasar. Sidang BPUPKI dilaksanakan di gedung
“Chuo Sangi In”, dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila.
2. Perumusan Dasar Negara oleh
Pendiri Negara
Ketua BPUPKI dr. KRT Radjiman
Wedyodiningrat pada pidato awal sidang pertama BPUPKI, menyatakan
bahwa untuk mendirikan Indonesia
merdeka maka diperlukan suatu dasar negara Indonesia merdeka.
Seperti disampaikan oleh Ir Soekarno
pada awal pidato tanggal 1 Juni 1945.
…. Saya akan menetapi permintaan
Paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia ?
Paduka Tuan dan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakai untuk mengemukakan Dasar
Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan
di dalam pidato saya ini. (Risalah
Sidang, Halaman 63)
Dasar negara merupakan pondasi
berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan, tanpa pondasi tentu bangunan
itu tidak akan berdiri dengan kukuh. Oleh karena itu, sebuah dasar negara
sebagai pondasi harus disusun sebaik mungkin.
Untuk
menjawab permintaan Ketua BPUPKI ini, maka beberapa tokoh pendiri negara
mengusulkan rumusan dasar negara. Rumusan dasar Negara yang diusulkan memiliki
perbedaan satu dengan yang lain. Namun demikian rumusan-rumusan tersebut
memiliki persamaan dari segi materi dan semangat yang menjiwainya. Gagasan yang
disampaikan berdasarkan sejarah perjuangan bangsa dan dengan melihat pengalaman
bangsa lain. Pandangan yang disampaikan diilhami oleh gagasan-gagasan besar
dunia, tetapi berakar pada kepribadian dan gagasan besar bangsa Indonesia
sendiri. Usulan mengenai dasar Indonesia merdeka dalam Sidang Pertama BPUPKI secara
berurutan dikemukakan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Mr. Mohammad Yamin mengusulkan dasar negara dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei
1945. Dalam mengusulkan rancangan dasar negara Indonesia merdeka, Mr.
Mohammad Yamin menekankan bahwa: “… rakyat Indonesia mesti mendapat dasar
negara yang berasal daripada peradaban kebangsaan Indonesia; orang timur pulang
kepada kebudayaan timur “… kita tidak berniat, lalu akan meniru sesuatu susunan
tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradab dan
kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Mr. Mohammad Yamin mengusulkan (scr
lisan) lima asas dan dasar bagi negara Indonesia merdeka yang akan didirikan,
yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Sosial.
Setelah
selesai berpidato, Mr. Mohammad Yamin menyampaikan konsep mengenai asas dan
dasar Negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada Ketua Sidang, yang
berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Mr. Mohammad Yamin
adalah sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Selanjutnya,
pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar
negara. Menurut Mr. Soepomo, dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai
berikut.
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan Lahir dan Batin
4. Musyawarah
5. Keadilan Rakyat
Mr. Soepomo
juga menekankan bahwa Negara Indonesia merdeka bukan negara yang mempersatukan
dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan
dirinya dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang
paling kuat). Akan tetapi, negara mempersatukan diri dengan segala lapisan
rakyat yang berbeda golongan dan paham.
Ir. Soekarno
berpidato pada tanggal 1 Juni 1945.
Dalam pidatonya, Ir. Soekarno mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka. Dasar negara, menurut Ir. Soekarno,
berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung. Dasar negara Indonesia merdeka menurut Ir.
Soekarno adalah sebagai berikut.
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Ir. Soekarno
dalam sidang itu pun menyampaikan bahwa kelima dasar Negara tersebut dinamakan Panca Dharma. Kemudian, atas saran
seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno mengubahnya menjadi Pancasila. Pada
tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila,
yaitu nama dari lima dasar negara Indonesia. Dengan berdasar pada peristiwa
tersebut maka
tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai
“Hari Lahirnya Pancasila”. Pada akhir masa persidangan pertama, Ketua BPUPKI
membentuk Panitia Kecil yang bertugas untuk mengumpulkan usul-usul para anggota
yang akan dibahas pada masa sidang berikutnya (10 s.d 17 Juli 1945). Panitia
Kecil yang resmi ini beranggotakan delapan orang (Panitia Delapan) di bawah
pimpinan Soekarno. Terdiri dari 6 orang wakil golongan kebangsaan dan 2 orang
wakil golongan Islam.
Panitia
Delapan ini terdiri Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, A. Maramis, M. Sutardjo
Kartohadikoesoemo, Otto Iskandardinata (golongan kebangsaan), i Bagoes
Hadikoesoemo dan K.H. Wachid Hasjim (golongan Islam).
Panitia Kecil ini mengadakan
pertemuan untuk mengumpulkan dan memeriksa usul-usul menyangkut beberapa
masalah yaitu Indonesia merdeka selekas-selekasnya, Dasar (Negara), Bentuk
Negara Uni atau Federasi, Daerah Negara Indonesia, Badan Perwakilan Rakyat,
Badan Penasihat, Bentuk Negara
dan Kepala Negara, Soal Pembelaan,
dan Soal Keuangan.
Di akhir
pertemuan tersebut, Soekarno juga mengambil inisiatif membentuk Panitia Kecil
beranggotakan 9 orang, yang kemudian dikenal sebagai “Panitia Sembilan”.
Panitia Sembilan ini terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad Hatta, Muhammad
Yamin, A.A. Maramis, Soebardjo (golongan kebangsaan), K.H. Wachid Hasjim, K.H.
Kahar Moezakir, H. Agoes Salim, dan R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan Islam).
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan langsung mengadakan rapat di rumah
kediaman Ir. Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Rapat
berlangsung alot karena terjadi perbedaan pandangan antarpeserta rapat tentang
rumusan dasar negara. Panitia ini bertugas untuk menyelidiki usul-usul mengenai
perumusan dasar Negara yang melahirkan konsep rancangan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konsep rancangan Pembukaan ini
disetujui pada 22 Juni 1945. Oleh Soekarno rancangan Pembukaan Undang-Undang
Dasar ini diberi nama “Mukaddimah”, oleh M. Yamin dinamakan “Piagam Jakarta”,
dan oleh Sukiman Wirjosandjojo disebut “Gentlemen’s Agreement”.( Empat Pilar
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Tim Penyusun, 2012: 35 – 36). Akhirnya,
disepakati rumusan konsep dasar negara yang tercantum dalam mukadimah
(pembukaan) hukum dasar. Bunyi mukadimah memiliki banyak persamaan dengan
Pembukaan UUD 1945. Bunyi lengkap mukadimah adalah sebagai berikut
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha kuasa, dan dengan didorongkan oleh
keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
Sila-sila Pancasila tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Info Kewarganegaraan
itu dalam suatu hukum
dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Naskah mukadimah yang ditandatangani oleh 9 (sembilan) orang anggota
Panitia Sembilan, terkenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Mukadimah tersebut selanjutnya dibawa ke sidang BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945.
Pada tanggal 14 Juli 1945, mukadimah disepakati oleh BPUPKI.
Rumusan dasar negara yang termuat dalam Piagam Jakarta, sebagai berikut:
1. Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
dan
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
B.
Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara
Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II membuka kesempatan bagi bangsa
Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia atas dasar prakarsa
bangsa Indonesia sendiri. Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan oleh
Jepang. Sebagai gantinya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) yang beranggotakan 21 orang. PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno dan
wakilnya Drs. Moh. Hatta. PPKI yang dibentuk oleh Jepang kemudian ditambah
anggotanya menjadi 27 orang. Perubahan keanggotaan PPKI memiliki nilai
strategis karena PPKI murni dibentuk bangsa Indonesia untuk mempersiapkan
kelahiran Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kesan bahwa PPKI bentukan
Jepang hilang. Coba kalian cari informasi lebih lanjut siapa saja anggota PPKI,
dari mana asal mereka, apakah keanggotaan PPKI mencerminkan keterwakilan rakyat
Indonesia ?
Pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya ke seluruh dunia. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945 PPKI
melaksanakan sidang.
Hasil sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan 3 (tiga) hal:
1. Menetapkan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
2. Memilih Presiden dan
Wakil Presiden, yaitu Ir Soekarno dan Moh Hatta.
3. Membentuk sebuah
Komite Nasional, untuk membantu Presiden.
Salah satu keputusan sidang PPKI adalah mengesahkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dalam Pembukaan Alinea IV
mencantumkan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara. Perubahan penting dalam
sidang ini yaitu perubahan rumusan dasar negara yang telah disepakati dalam
Piagam Jakarta.yaitu tujuh kata setelah Ke-Tuhanan, yang
semula berbunyi “Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam Sidang PPKI tersebut, Moh. Hatta menyatakan, bahwa masyarakat
Indonesia Timur mengusulkan untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam
Jakarta, yaitu “... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya ...”. Usulan tersebut disampaikan sebagai masukan
sebelum sidang yang disampaikan oleh seorang opsir Jepang yang bertugas di
Indonesia Timur, yang bernama Nishijama. Dengan jiwa kebangsaan, para pendiri
negara menyepakati perubahan Piagam Jakarta. Dengan demikian, sila pertama
Pancasila menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa Mengenai kisah pencoretan tujuh kata dalam Piagam
Jakarta itu, M. Hatta menuturkan dalam
Memoirnya
yang dikutip dalam Buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, sebagai
berikut:
“Pada sore harinya aku menerima
telepon dari tuan Nishijama, pembantu Admiral Maeda, menanyakan dapatkah aku
menerima seorang opsir Kaigun (Angkatan Laut) karena ia mau mengemukakan suatu
hal yang sangat penting bagi Indonesia. Nishijama sendiri akan menjadi juru
bahasanya. Aku mempersilahkan mereka datang. Opsir itu yang aku lupa namanya,
datang sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan bahwa wakil-wakil Protestan
dan Katolik, yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang, berkeberatan sangat
terhadap bagian kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang berbunyi,
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat
mereka, hanya mengenai rakyat yang beragama Islam. Tetapi tercantumnya
ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang-Undang
Dasar berarti mengadakan diskriminasi terhadap golongan minoritas. Jika
diskriminasi itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar republik
Indonesia. Aku mengatakan bahwa itu bukan suatu diskriminasi, sebab penetapan
itu hanya mengenai rakyat yang beragama Islam.
Waktu merumuskan Pembukaan
Undang-Undang Dasar itu, Mr. Maramis yang ikut serta dalam Panitia Sembilan,
tidak mempunyai keberatan apa-apa dan tanggal 22 Juni 1945 ia ikut menandatanganinya.
Opsir tadi mengatakan bahwa itu adalah pendirian dan perasaan pemimpinpemimpin
Protestan dan Katolik dalam daerah pendudukan Kaigun.
Mungkin waktu itu Mr. Maramis cuma
memikirkan bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat Islam yang 90% jumlahnya
dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. Ia tidak merasa bahwa
penetapan itu adalah suatu diskriminasi. Pembukaan Undang-Undang Dasar adalah
pokok dari pokok, sebab itu harus teruntuk bagi seluruh bangsa Indonesia dengan
tiada kecualinya. Kalau sebagian daripada dasar itu hanya mengikat sebagian
rakyat Indonesia, sekalipun terbesar, itu dirasakan oleh golongan-golongan
minoritas sebagai diskriminasi. Sebab itu kalau diteruskan juga Pembukaan yang
mengandung diskriminasi itu, mereka golongan Protestan dan Katolik lebih suka
berdiri di luar Republik. Karena begitu serius rupanya, esok paginya tanggal 18
agustus 1945, sebelum Sidang Panitia Persiapan bermula, kuajak Ki Bagus
Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Teuku Mohammad Hasan
dari Sumatera mengadakan suatu rapat pendahuluan untuk membicarakan masalah
itu. Supaya kita jangan pecah sebagai bangsa, kami mufakat untuk menghilangkan
bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen itu dan menggantikannya dengan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila suatu masalah yang serius dan bisa
membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang lamanya
kurang dari 15 menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut
di waktu itu benar-benar mementingkan nasib dan persatuan bangsa.” (Mohammad
Hatta, 1979: 458-560 dalam Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Tim
Penyusun, 2012: 38 – 40).
Rumusan
sila-sila Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI dapat dilihat selengkapnya dalam
naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Rumusan sila-sila Pancasila tersebut adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
1. Nilai Semangat Pendiri Negara
Sebelum kamu
mempelajari tentang semangat kebangsaan para pendiri negara dalam perumusan dan
penetapan Pancasila, telaah dan pelajari nilai semangat dalam diri orang lain
dan diri sendiri. Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang kuat
untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu. Para pendiri negara merupakan
contoh yang baik dari orang-orang yang memiliki semangat yang kuat dalam
membuat perubahan, yaitu perubahan dari negara terjajah menjadi negara yang
merdeka dan sejajar dengan negara-negara lain di dunia Agar penghayatan kalian
terhadap Pancasila lebih baik, lihatlah ruang kelas kalian! Apakah ada lambang
negara Burung Garuda Pancasila, gambar Presiden dan wakil Presiden? Apabila
gambar tersebut tidak ada, lengkapi gambar yang kurang tersebut jika
memungkinkan. Seseorang yang memiliki rasa kebangsaan Indonesia akan memiliki
rasa bangga sebagai warga Negara Indonesia. Kebanggaan sebagai bangsa dapat
kita rasakan, misalnya ketika bendera Merah Putih berkibar dalam kejuaraan
olahraga antarnegara. Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya merupakan salah satu bukti cinta para pahlawan terhadap bangsa
dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat kebangsaan diwujudkan dengan
pengorbanan jiwa dan raga. Segenap pengorbanan rakyat tersebut bertujuan untuk
merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah. Semangat kebangsaan
disebut juga sebagai nasionalisme dan patriotisme.
Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa
kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan kepada negara
kebangsaan atau nation state.
Ada dua jenis pengertian nasionalisme, yaitu nasionalisme dalam arti sempit dan
nasionalisme dalam arti luas.
Nasionalisme dalam arti sempit, juga disebut dengan nasionalisme yang
negative karena
mengandung makna perasaan kebangsaan atau cinta terhadap bangsanya yang sangat
tinggi dan berlebihan, sebaliknya memandang rendah terhadap bangsa lain.
Nasionalisme dalam arti sempit disebut juga dengan chauvinisme. Chauvinisme ini pernah dipraktikkan oleh Jerman
pada masa Hitler tahun 1934–1945. Paham tersebut menganggap Jerman di atas
segala-galanya di dunia (Deutschland Uber Alles in der Wetf).
Jenis nasionalisme yang kedua adalah
nasionalisme dalam arti luas atau yang berarti positif. Nasionalisme dalam
pengertian inilah yang harus dibina oleh bangsa Indonesia karena mengandung
makna perasaan cinta yang tinggi atau bangga terhadap tanah air akan tetapi
idak memandang rendah bangsa lain. Dalam mengadakan hubungan dengan negara
lain, kita selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara sendiri serta
menempatkan negara lain sederajat dengan bangsa kita.
Patriotisme berasal dari kata patria,
yang artinya ‘tanah air’. Kata patria kemudian berubah menjadi kata
patriot yang artinya ‘seseorang yang mencintai tanah air’. Patriotisme berarti ‘semangat cinta tanah air atau sikap
seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk mempertahankan
bangsanya’. Patriotisme muncul
setelah lahirnya nasionalisme, tetapi antara nasionalisme dan patriotisme
umumnya diartikan sama.
Jiwa patriotisme telah tampak dalam
sejarah perjuangan bangsa Indonesia, antara lain diwujudkan dalam bentuk
kerelaan para pahlawan bangsa untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan
dengan mengorbankan jiwa dan raga. Jiwa
dan semangat bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan sering juga disebut
sebagai jiwa dan semangat 45. Jiwa dan semangat 45 di antaranya
adalah:
1. pro-patria dan primus patrialis ‘mencintai
tanah air dan mendahulukan kepentingan tanah air’;
2. jiwa solidaritas dan kesetiakawanan
dari semua lapisan masyarakat terhadap perjuangan kemerdekaan
3. jiwa toleran atau tenggang rasa
antaragama, antarsuku, antargolongan, dan antarbangsa;
4. jiwa tanpa pamrih dan bertanggung
jawab; serta
5. jiwa ksatria dan kebesaran jiwa
yang tidak mengandung balas dendam.
Nasionalisme
dan patriotisme dibutuhkan bangsa Indonesia untuk menjaga kelangsungan hidup
dan kejayaan bangsa serta negara. Kejayaan sebagai bangsa dapat dicontohkan
oleh seorang atlet yang berjuang dengan segenap jiwa dan raga untuk membela
tanah airnya. Salah satu semangat yang dimiliki para pendiri negara dalam
merumuskan Pancasila adalah semangat mendahulukan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.
2. Komitmen Para Pendiri Negara
dalam Perumusan Pancasila
sebagai Dasar Negara
Komitmen adalah sikap dan perilaku yang ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian,
serta melakukan usaha untuk mewujudkan harapan dan cita-cita dengan
sungguh-sungguh. Seseorang yang memiliki komitmen terhadap bangsa adalah orang
yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi dan golongan. Para pendiri negara dalam perumusan
Pancasila memiliki komitmen sebagai berikut.
a. Memiliki
semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme Pendiri negara memiliki
semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme yang tinggi ini diwujudkan dalam
bentuk mencintai tanah air dan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Adanya
rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia Pendiri negara dalam merumuskan
Pancasila dilandasi oleh rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, nilai-nilai yang lahir dalam Pancasila adalah nilai-nilai yang berasal
dari bangsa Indonesia sendiri. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
musyawarah, dan keadilan sosial adalah nilai-nilai yang berasal dan digali dari
bangsa Indonesia.
c. Selalu
bersemangat dalam berjuang Para pendiri negara selalu bersemangat dalam
memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia, seperti Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan para pendiri negara lainnya yang mengalami
cobaan dan tantangan perjuangan yang luar biasa. Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta berkali-kali dipenjara oleh Belanda. Namun, dengan semangat
perjuangannya, para pendiri Negara tetap bersemangat memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
d. Mendukung
dan berupaya secara aktif dalam mencapai cita-cita bangsa, yaitu merdeka,
bersatu berdaulat, adil, dan makmur.
e.
Melakukan pengorbanan pribadi dengan cara menempatkan kepentingan negara di
atas kepentingan
pribadi, pengorbanan dalam hal
pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan bangsa dan negara
walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.
Para pendiri negara dalam
menyampaikan gagasannya mengenai rumusan dasar negara selalu diliputi
nilainilai:
1. Ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa
2. Jiwa dan semangat merdeka
3. Nasionalisme
4. Patriotisme
5. Rasa harga diri sebagai bangsa
yang merdeka
6. Pantang mundur dan tidak kenal
menyerah
7. Persatuan dan kesatuan
8. Antipenjajah dan penjajahan
9. Percaya kepada hari depan yang
gemilang dari bangsanya
10. Idealisme kejuangan yang tinggi
11. Berani, rela, dan ikhlas
berkorban untuk tanah air, bangsa, dan negara
12. Kepahlawanan
13. Sepi ing pamrih rame ing gawe
(berkarya dengan penuh semangat dan tanpa pamrih pribadi)
14. Setia kawan, senasib
sepenanggungan, dan kebersamaan
15. Disiplin yang tinggi
16. Ulet dan tabah menghadapi segala
macam, tantangan, hambatan
Para pendiri Negara dalam merumuskan
Pancasila memiliki ciri-ciri komitmen pribadi sebagai berikut:
a. memiliki semangat persatuan dan
nasionalisme;
b. adanya rasa memiliki terhadap
bangsa Indonesia;
c. selalu bersemangat dalam
berjuang;
d. mendukung dan berupaya secara
aktif mencapai cita-cita bangsa.
EmoticonEmoticon