Assalamu'alaikum Wr Wb. pada postingan kali ini DINAMIKA PELANGGARAN HUKUM dan HAM. Semoga bermanfaat. ^_^
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang
Menurut Prof. E. M Meyers “Hukum
adalah aturan yang mengadung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah
laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa Negara dalam
melakukan tugasnya”.
Menurut J. C. T. Simorangkir Hukum
adalah peraturan – peraturan yang bersifat memeaksa yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan – badan resmi
yang berwajib dan pelanggaran terhadap pereturan tadi berakibat diambilnya
tindakan dengan hukum tertentu.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
hokum adalah “ sekumpulan peraturan yang terdiri dari perintah dan larangan
yang bersifat memaksa dan mengikat dengan disertai sangsi bagi pelanggarnya.
Namun mengapa masih banyak pelanggaran
yang dilakukan oleh Masyarakat, di dalam makalah ini akan kita bahas dinamika
dari pelanggaran Hukum.
b.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
penerapan hukum di Indonesia?
2.
Kenapa masih
banyak yang melanggar Hukum?
3.
Bagaimana
mengatasi pelanggaran Hukum?
c. Tujuan Penulisan Makalah
1.
Mengetahui penerapan hukum di Indonesia.
2.
Mengetahui
penyebab masih banyak yang melanggar Hukum.
3.
Mengetahui
cara mengatasi pelanggaran Hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ciri – Ciri
Negara Hukum
a. Fridrich Julius Sthal
1.
Adanya hak asasi manusia
2.
Adanya trias politika
3.
Pemerintahan berdasarkan peraturan – peraturan.
b. A. V. Dicey
1.
Supremasi hokum dalam arti tidak boleh ada kesewenang
– wenangan sehingga seseorang bisa dihukum jika melanggar hukum.
2.
Kedudukan yang sama di depan hokum baik bagi
masyarakat biasa ataupun pejabat.
3.
Terjaminya hak – hak manusia oleh undang – undang dan
keputusan – keputusan pengadilan.
B. Asas Hukum
a. Asas Hukum Umum
Asas Hukum Umum Adalah Asas yang
berlaku pada seluruh bidang hukum, Misalnya :
1.
Asas lex spesialis derogate generalis
2.
Asas lex superior gerogat legi inferior
3.
Asas lex posteriore derogate lex priori
4.
Asas restitio in tintegrum
Seholten berpendapat mengenai lima
asas hukum umum yang berlaku universal pada seluruh system hukum yaitu asas
kepribadian
b. Asas
Hukum Khusus
Hukum khusus adalah hukum yang hanya
berlaku pada lapangan hukum tertentu,misalnya:
1.
Asas Pacta Sunt Servanda, abus de droit, dan
konsesualisme, berlaku pada hukum perdata.
2.
Asas praduga tak bersalah dean nebis in idem berlaku
pada hukum pidana.
Seorang ahli filsafat Jerman bernama Gustav Radbruch mengemukakan bahwa suatu hukum memiliki ide dasar hukum yang mencakup unsure keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.
Seorang ahli filsafat Jerman bernama Gustav Radbruch mengemukakan bahwa suatu hukum memiliki ide dasar hukum yang mencakup unsure keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.
4. Tujuan Hukum
a. Prof . Soebekti,
S. H. Tujuan hukum adalah menyelenggarakan keadilan dan ketertiban untuk
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
b. Prof. I. J.
Apeldron Hukum bertujuan untuk mengatur pergaulan hidup secara damai.
c. Prof.
Notohamidjoyo Hukum memiliki tiga tujuan yaitu :
1.
Mendatangkan tata dan damai dalam masyarakat
2.
Mewujutkan keadilan
3.
Menjaga agar manusia diperlakukan, sebagai manusia.
Tujuan yang penting dan hakiki dari
hukum adalah memamusiakan manusia, dalam hukum terdapat teori tujuan hukum
sebagai berikut :
a.
Teori Etis, meneurut teori ini tujuan hukum adalah
untuk mencapai keadilan.
b.
Teori Utilitas, menurut teori ini tujuan hukum adalah
memberikan faedah sebanyak – banyaknya bagi masyarakat.
c.
Campuran dari teori etis dan utilitas, menerut teori
ini hukum bertujuan untuk memjaga ketertiban dan untuk mencapai keadilan dalam
masyarakat.
5.
Penggolongan Hukum
a. Berdasarkan
Bentuknya :
1.
Hukum Tertulis
2.
Hukum Tidak Tertulis
b.
Berdasarkan Wilayah Berlaku :
1.
Hukum Lokal
2.
Hukum Nasional
3.
Hukum Internasional
c.
Berdasarkan Fungsinya :
1.
Hukum Marerial
2.
Hukum Formal
d. Berdasarkan
Waktu Berlakunya :
1.
Hukum Positif atau hukum yang berlaku sekarang
2.
Hukum yang berlaku pada masa yang akan dating
3.
Hukum antar waktu ( hukum trasitor )
e. Berdasarkan Isi
Masalah :
1.
Hukum Privat ( hukum sipil )
2.
hukum Publik ( hukum Negara )
f.
Berdasarkan Sumbernya :
1.
Undang – undang
2.
Kebiasaan
3.
Traktat
4.
Yurisprudensi.
6. Tata
Urutan Perundang – undangan Negara Republik Indonesia
Tata Urutan Perundang – undangan
Negara republic Indonesia diatur dalam ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang – Undangan yang meliputi :
a.
UUD 45
b.
Tap. MPR RI
c.
Undang – undang
d.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang
e.
Peraturan Pemerintah
f.
Keputusan Presiden
g.
Peraturan Daerah
7. Pengertian
Sistim Hukum Nasional
Sistim hukum nasional adalah
keseluruhan unsur – unsur hukum nasional yang saling berkait guna mencapai
tatanan sosial yang berkeadilan. Adapun sistim hukum meliputi dua bagian yaitu
:
a.
Stuktur Kelembagan Hukum
Sistim berserta mekanisme
kelembagaan yang menopang Pembentukan dan Penyelenggaraan hukum di Indonesia.
Sistim Kelembagan Hukum meliputi :
1.
Lembaga – lembaga peradilan
2.
Apatatur penyelenggaraan Hukum
3.
Mekanisme penyelenggaraan hokum
4.
Pengawasan pelaksanaan hokum
b.
Materi Hukum yaitu Kaidah – kaidah yang
dsituangkan dan dibakukan dalam persatuan
hukum baik yang tertulis ataupun yang tidak tertulis.
c.
Budaya Hukum yaitu: Pembahasan mengenai budaya hukum
meniti beratkan pada pembahasan mengenai kesadaran hukum masyarakat.
C. Sistem Peradilan Nasional
Sistim Peradilan Nasioanl diartikan
sebagai suatu keseluruhan kompenen Peradilan Nasioanal yang meliputi pihak –
pihak dalam proses peradilan, Hirerki Peradilan, maupun aspek – aspek yang
bersifat procedural dan saling berkaitan sedemkian rupa, sehingga terwujut
kwadilan hukum.
Untuk mewujutkan tujuanya, seluruh
komponen dalam system peradilan harus berfungsi dengan baik , adapun komponen
tersebut meliputi :
1. Materi Hukum
Marterial dan Formal ( Hukum Acara )
Hukum material adalah hukum yang
berisi tentang perintah dan larangan,. Sedangkan hukum formal adalah hukum yang
berisi tentang tata cara melaksanakan mempertahankan hukum material.
2. Prosedur
Peradilan ( Komponen yang bersifat Prosedural )
Yaitu bagaimana proses pengajuan
perkara mulai dari penyelidikan – penyelidikan penuntutan sampai pada
pemeriksaan di siding pengadilan. Prosedur pengadilan yang berlaku meliputi :
a.
Penyelidikan
b.
Penyidikan
c.
Penuntutan
d.
Mengadili
Secara umum peranan lembaga
peradilan adalah menerima, memaksa, dan sekaligus memutuskan suatu perkara di
sidang pengadilan dalam rangka untuk menegakkan hukum dan keadilan.
3. Budaya Hukum
Komponen yang sangat penting dan
menentukan tegaknya keadilan adalah kesadaran hokum
4. Hierarki
Kelembagaan Peradilan
Susunan lembaga perradilan yang
secara hierarki memiliki fungsi dan kewenangan peradilan masing – masing.
D. Jenis
Pelanggaran hukum dan HAM
Pelanggaran hukum dan HAM di
Indonesia telah banyak terjadi. Pelanggaran hukum yang paling banyak dilakukan
oleh semua lapisan masyarakat, baik oleh individu, kelompok, maupun oleh
penegak hukum sendiri. Pelanggaran hukum selalu terkait dengan pelanggaran HAM.
Di balik peristiwa pelanggaran hukum selalui dibarengi dengan pelanggaran
HAM. Pelanggaran tersebut mulai dari pelanggaran ringan, sedang, hingga
yang berat.
Pelanggaran HAM dimulai ketika hak
dan kewajiban tidak berjalan secara seimbang. Apabila suatu kewajiban untuk
memberikan hak kepada orang lain tidak dilakukan, maka di situlah terjadi
pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM selalu berimplikasi ganda. Pertama,
pelanggaran HAM terjadi karena apa yang menjadi hak seseorang atau kelompok
orang tidak diperolehnya. Kedua, respon atau tuntutan terhadap hak dilakukan
dengan tindakan yang apabila tidak memperhatikan norma hukum dan masyarakat
akan menimbulkan pelanggaran hak hak orang lain. Coba anda perhatikan kasus di
bawah ini, kemudian identifikasikan pelanggaran hukum dan HAM apa saja yang
terjadi di dalamnya.
1.
Pelanggaran hukum dan HAM ringan
Pelanggaran hukum dan HAM ringan
sering dilakukan orang tetapi tidak dirasakan sebagai pelanggaran. Pelanggaran
ringan tersebut terkait dengan pola budaya dan kebiasaan perilaku masyarakat.
Kebiasaan tidak mau antri, menyeberang tidak pada tempatnya, membuang sampah di
sembarang tempat, menyerobot rambu lalu lintas, dan lain sebagainya. Akibat
yang ditimbulkan dari pelanggaran hukum dan HAM ringan ini memang tidak begitu
dirasakan oleh orang lain tetapi membuat tidak ada ketertiban. Masyarakat
seakan-akan sudah terbiasa dengan fenomena pelanggran semacam ini sehingga
bukan dianggap sebagai suatu pelanggaran.
Pelanggaran hukum dan HAM yang
ringan dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan dilakukan oleh siapa saja.
Hal ini dapat terjadi karena sanksinya tidak tegas dan berat sehingga para
pelaku merasakan bukan sebagai suatu pelanggaran. Pelanggaran tersebut terjadi
pada saat ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban. Dari gambar di atas
dapat diketahui bahwa masyarakat merasa bahwa perilaku di jalan yang tidak
disiplin bukan merupakan pelanggaran HAM. Ketika lampu masih menyala merah,
mestinya para pengendara berhenti tetapi terus berjalan. Siapa yang haknya
dilanggar para pengendara tersebut? Benar sekali, hak pejalan kaki yang akan
menyeberang zebra cross di bawah lampu merah yang dilanggar. Ketidakdisiplinan
masyarakat di jalan menunjukkan bahwa penghormatan terhadap HAM masih belum
optimal. Kesadaran akan tertib aturan lalu lintas merupakan perwujudan
penghormatan terhadap HAM. Jika tidak tertib, maka bukan saja kemacetan lalu
lintas tetapi juga para pelanggar tersebut sama sekali tidak mempunyai perasaan
tolerans kepada orang lain.
Anak menghormati orang tua dan orang
tua menyayangi anaknya. Hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua
diciptakan melalui komunikasi yang hangat dan efektif. Kemacetan komunikasi
dalam interaksi menimbulkan pemaksaan kehendak sehingga hak-hak orang lain
dilanggar. Ketika orang tua sulit berkomunikasi dengan anak, maka orang tua
memaksakan kehendaknya pada anak. Merasa terpaksa, anak akan memberikan reaksi
penolakan. Kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga akan muncul dalam
berbagai bentuk. Misalnya kekerasan fisik, mental, dan spiritual dapat dialami
anak. Kekerasan tersebut paling banyak dialami anak karena anak masih lemah dan
tidak berdaya dalam berbagai aspek.
Kekerasan fisik yang dilakukan oleh
orang tua pada anak dapat berupa cubitan, tamparan ringan, sentilan tangan di
telinga anak, dan lain-lain yang kesemuanya tidak menimbulkan cidera. Orang tua
yang tidak sabar akan dengan mudah ringan tangan untuk melakukan kekerasan
fisik yang tidak mencederai anak. Apalagi orang tua yang tidak memiliki
pemahaman tentang perkembangan kejiwaan, sosial, koginitif, dan moral anak.
Perspektif yang berbeda antara orang tua dan anak dapat dengan mudah
menimbulkan konflik sehingga muncul pelanggaran HAM ringan.
Kekerasan fisik ringan yang tidak
mencederai anak mudah disembuhkan. Tetapi kekerasan fisik yang dibarengi dengan
kekerasan mental dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Anak akan mengalami trauma yang berkepanjangan kelak di kemudian hari. Dunia
anak yang ceria dan sedang bermain akan hilang dan akhirnya dapat
menimbulkan peilaku menyimpang. Penyimpangan perilaku berpotensi melakukan
pelanggaran hukum dan HAM pula.
2.
Pelanggaran hukum dan HAM sedang
Berbagai pelanggaran HAM di bidang
sosial publik dimulai dari tindakan manusia mengeksploitasi alam menimbulkan
kerusakan ekologi. Eksploitasi yang berlebihan tanpa menjaga kelestarian dan
kelangsungan alami akan merusak sumber daya alam dan sumber daya hayati
Akibatnya menimbulkan kerusakan ekosistem yang hebat sehingga hak publik untuk
menikmati kehidupan ekosistem yang sehat menjadi terganggu. Beberapa contoh
tindakan yang merusak ekosistem dapat dikemukakan di bawah ini.
2.1
Pembalakan liar
Hutan tropik di Indonesia merupakan
salah satu hutan terbesar di dunia. Hutan tersebut menjadi penyangga ekosistem
dunia. Kekayaan hutan berupa flora dan fauna sangat lengkap, bahkan ada yang
menjadi satu-satunya di dunia. Namun karena keinginan dan hasrat pribadi
segelintir orang untuk memperkaya sendiri, hutan tersebut dieksploitasi secara
liar dan tidak memperhatikan keselamatan dan kelestarian hutan. Berbagai pohon
besar dan kecil ditebang untuk diambil kayunya. Penebangan tersebut dilakukan
secara sistematis ketika terjadi pembukaan hutan untuk PIR (perkebunan inti
rakyat) dan HPH (hak pengusahaan hutan) diberikan pada perusahaan-perusahaan
perkebunan.
Kayu yang dihasilkan dari
sistem tebang habis hutan di Indonesia dikirim atau diekspor ke luar negeri.
Kayu tersebut masih dalam bentuk gelondongan dan belum diolah langsung dikirim
ke negara-negara seperti Hongkong, Korea, Singapura dan Malaysia. Penebangan
hutan secara menyeluruh dan tebang habis tanpa disertai dengan penghijauan
kembali akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah. Penghijauan kembali
(reboisasi) juga membutuhkan waktu yang lama selama puluhan atau bahkan ratusan
tahun.
Pemerintah dan masyarakat mulai
menyadari bahwa penebangan hutan secara membabi buta tanpa memperhatikan
kelestarian akan menimbulkan bencana alam yang hebat. Bencana banjir terjadi
dimana-mana dan merata di berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah
kemudian mengeluarkan kebijakan penebangan hutan melalui sistem tebang pilih.
Tetapi kebijakan ini sudah terlambat karena kerusakan hutan yang ditimbulkan
sudah demikian parah. Apalagi siapa yang dapat menjamin bahwa dalam
penebangan hutan itu dilakukan hanya untuk pohon besar dan tua yang dipilih.
Sistem tebang pilih itu dalam pelaksanaannya tidak dapat berjalan dengan
konsisten. Kerusakan hutan di Indonesia diperparah dengan penebangan liar
yang tidak terkendali baik dilakukan secara legal melalui HPH maupun illegal
yang dilakukan perorangan dan masyarakat. Fenomena perusakan hutan di Indonesia
makin parah ketika kebakaran hutan seperti menjadi agenda tahunan. Asap
yang dihasilkan dari kebakaran hutan ditiup angin sampai ke negara tetangga
menimbulkan polusi sehingga mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia.
Pembalakan liar atau illegal
logging menimbulkan kerusakan hutan secara luas. Pembalakan liar tersebut
akan selalu diikuti dengan bencana alam berupa banjir, polusi, dan kerusakan
ekosistem. Hak publik untuk menikmati ekosistem yang sehat menjadi terganggu.
Dampak kerusakan hutan telah mengakibatkan generasi berikutnya tidak memiliki
kesempatan untuk hidup dengan nyaman dan aman.
2.2 Penambangan pasir pantai di Riau dan Kalimantan
Negara Indonesia memiliki wilayah
kepulauan yang luas. Pulau-pulau yang ada di dalamnya terdiri dari pulau besar
dan kecil. Pulau tersebut ada yang sudah memiliki nama dan masih banyak juga
yang belum diberi nama. Menurut Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional, jumlah
pulau tersebut lebih dari 17.500 pulau. Sebagian besar pulau tersebut belum
berpenghuni karena letaknya terpencil dan berjauhan. Ketika kayu hutan sudah
mulai berkurang dan penebangan sudah mulai dibatasi dengan tebang pilih, maka
orang kemudian mengalihkan sumber daya alam yang dieksploitasi untuk
dijual.
Salah satu sumber daya alam yang
dijual tersebut adalah hasil penambangan pasir dan batu untuk diekspor ke
Singapura. Pasir dan batu tersebu digunakan untuk mereklamasi (menguruk) pantai
di Singapura. Jutaan meter kubik diurukkan di pantai tersebut sehingga luas
wilayah pantai di Singapura setiap tahun bertambah luas sepanjang 12
kilometer ke tengah laut. Wilayah daratan Singapura semakin luas dan bila
ditarik garis dengan wilayah Indonesia untuk dibagi dua, maka wilayah laut
maupun darat Singapura makin luas dan wilayah Indonesia semakin berkurang.
Dampak lain dari penambangan pasir tersebut adalah kerusakan lingkungan yang
hebat yaitu ekosistem di sekitar penambangan menjadi terganggu, bahkan
ada pulau yang terancam tenggelam karena daratannya sudah lebih rendah dari
permukaan air laut.
Dari gambar di atas dapat diketahui
bahwa eksploitasi pasir pantai di kepulauan Riau yang diekspor untuk reklamasi
pantai di Sngapura telah mengakibatkan kerusakan ekosistem dan sumber daya
hayati di sana. Pasir panati dikeruk sehingga beberapa pulau sudah ada yang
hilang dan tenggelam di bawah permukaan air laut. Setelah pasir pantai habis,
gunung juga dikeruk dan batunya digiling serta dijadikan pasir. Hasil dari
ekspor pasir laut tersebut sebagian besar tidak disetorkan ke negara tetapi
dimiliki secara perseorangan sehingga merugikan negara triliunan rupiah dan
kerusakan lingkungan.
2.3 Banjir
Lumpur di Sidoarjo
Setahun yang lalu, sebuah perusahaan
pertambangan, Lapindo mengeksplorasi sumber daya alam berupa gas di Sidoarjo,
Jawa Timur. Ketika kandungan gas dinyatakan layak diekploitasi, maka dilakukan
pengeboran secara besar-besaran. Pada saat pengeboran tersebut, keluarlah
lumpur panas dari lubang-lubang sumur pengeboran. Makin lama makin banyak
lumpur panas yang dikeluarkan dari lubang-lubang sumur pengeboran dan jumlahnya
mencapai 150.000 sampai dengan 200.000 meter kubik setiap hari.
Lumpur panas tersebut akhirnya tidak terkendali sehingga menggenangi dan
menenggelamkan rumah, sekolah, tempat ibadah, makam, pasar, gedung kelurahan,
pabrik, tanaman, dan lain sebagainya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
menanggulangi luapan lumpur tersebut.
1.
Dibuatkan tanggul untuk menampung lumpur
2.
Dilakukan pengeboran secara miring atau tidak vertikal
3.
Dibuatkan pipa saluran untuk mengalirkan lumpur ke
sungai terdekat dengan pompa air yang berkekatan besar
4.
Dilakukan penyumbatan dengan rangkaian bola-bola
beton.
5.
Dilakukan pembentukan tim nasional penanggulangan
lumpur.
Sekalipun sudah dilakukan berbagai
upaya penanggulangan, tetapi luapan lumpur panas tidak terkendali. Luapan
lumpur panas yang tidak terkendali ditambah dengan air hujan, membanjiri
dan menenggelamkan wilayah di sekitarnya. Wilayah yang
ditenggelamkan lumpur panas tersebut meliputi delapan desa dengan jumlah
keluarga lebih dari 10.000 keluarga. Berbagai pohon, pabrik, peternakan, ladang
pertanian, tambak dan kolam pemeliharaan ikan, sekolah, pabrik, lapangan olah
raga, tempat ibadah, makam, perkantoran, jalan kereta api, jalan raya tol
diputus, dan lain sebagainya tenggelam. Bahkan saluran pipa gas milik
Pertamina di sepanjang jalan tol yang terkena lumpur panas meledak dan
menimbulkan korban 13 jiwa meninggal dunia. Belum lagi ditambah dengan korban
lain yang terpelset dan masuk lumpur panas sehingga luka-luka dan meninggal
dunia.
Dampak dari genangan lumpur panas
tidak hanya menenggelamkan delapan desa beserta seluruh isinya tetapi juga
banyak yang kehilangan matapencaharian karena pabriknya tenggelam. Ribuan
kepala keluarga kehilangan pekerjaan dan belum mendapat pekerjaan baru sehingga
menimbulkan kecemasan yang luar biasa. Sementara itu, ganti rugi tanah dan
rumah tidak sesuai dengan harga riil yang ada sekarang. Di samping itu,
sebagian besar belum mendapatkan ganti rugi karena tanah mereka belum memiliki
sertifikat tanah. Banyak yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, ganti
rugi rumah tidak dapat lagi untuk membeli rumah baru, bahkan sebagian besar
belum menerima ganti rugi. Ketidak pastian ganti rugi terhadap aset rumah
penduduk yang tenggelam menambah beban kehidupan warga penduduk korban lumpur
panas makin berat. Anak-anak tidak dapat sekolah, korban tinggal di tendak dan
pasar untuk penampungan atau pengungsian dan ditambah bau tidak
sedap dari lumpur panas menumpuk jadi satu sehingga tekanan mental makin berat
serta mulai menimbulkan stress dan depresi sebagian warga tersebut.
Para korban lumpur panas menuntut
haknya dan melakukan demonstrasi. Tuntutan korban lumpur panas pada perusahaan
migas (Lapindo) tidak lancar dan demonstrasi diperluas sampai ke
pemerintah daerah kabupaten Sidoarjo dan pemerintah provinsi Jawa Timur. Ketika
saluran komunikasi buntu dan macet, mereka mengkomunikasikan ke
publik dalam bentuk demonstrasi. Aksi demomstrasi tidak hanya dilakukan oleh
orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan perempuan diajak serta dalam aksi
tersebut. Mereka mengerahkan ribuan massa dengan menutup jalan tol, sehingga
menimbulkan macet luar biasa sepanjang 10 kilometer. Aksi demonstrasi terus
dilakukan untuk menekan pada pemerintah dan perusahaan pengeboran gas Lapindo
untuk memberikan ganti rugi. Para demonstran melanjutkan askinya ke lembaga
pemerintahan dan wakil rakyat. Sepanjang jalan yang dilaluinya memuat kemacetan
bahkan tidak jarang melakukan tindakan anarkhis merusak fasilitas publik.
Ketika dialog dengan pihak terkait buntu dan macet, mereka mengancam dan terus
mengancam akan mengerahkan ribuan massa yang lebih besar untuk
demonstrasi.
Bila disimak, berbagai bencana
nasional itu dapat disebabkan karena faktor alam dan manusia. Faktor alam
berupa gempa bumi akibat patahan lempeng bumi sehingga kadang disertai dengan
gelombang tsunami seperti di Aceh. Namun, tidak sedikit bencana alam tersebut
terjadi karena tindakan manusia. Penebangan hutan tanpa memperhatikan
kelestarian, pembuangan sampah sembarangan, menutup saluran air dan sebagainya
akan menimbulkan banjir di musim penghujan. Luapan lumpur panas di Sidoarjo
yang dilakuka tanpa memperhatikan aspek-aspek teknis, ekologis dan
geologi menimbulkan bencana lubang sumur menyemburkan gas disertai dengan
lumpur panas. Ada beberapa pelanggaran HAM dari bencana lumpur panas dan akibat
yang ditimbulkan:
1. Tindakan manusia
tanpa memperhitungkan dengan aspek-aspek keselamatan mengakibatkan pelanggaran
HAM dalam penyediaan lingkungan yang sehat dan aman bagi penduduk
2. Akibat hukum
dari pemilikan tanah warga yang tidak disertai dengan bukti sertifikat hak
milik mengakibatkan warga tidak memperoleh ganti rugi meskipun rumah dan tanah
tersebut telah dihuni bertahun-tahun
3. Ketika perusahaan
tidak mampu lagi mengendalikan bencana, maka sesuai dengan tujuan negara,
pemerintah harus melindungi segenap warga negara yang terkena bencana lumpur.
Misalnya relokasi pemukiman penduduk di daerah baru yang bebas bencana. Jika
tindakan pemerintah negara tidak dilakukan maka pelanggaran hak publik untuk
memperoleh rasa aman dan nyaman tidak diperoleh warga
4. Aksi demonstrasi
yang disertai dengan tindakan anarkhis telah melanggar hukum dan hak warga
negara lain untuk memperoleh layanan publik berupa kenyamanan penggunaan jalan
raya
5. Aksi ancam
mengancam untuk mengerahkan massa dalam demonstrasi dan tindakan represif
aparat telah menimbulkan pelanggaran HAM karena melanggar aturan hukum yang
berlaku
6. Perusahaan yang
melakukan pengeboran tidak ikut bertanggungjawab baik secara ekologis, sosial,
hukum dan ekonomis terhadap kerugian yang ditimbulkan nyata-nyata telah
melakukan pelanggaran HAM
Bencana alam sebagaimana terjadi
selama ini disebabkan karena kelalaian manusia. Kelalaian tersebut dapat
menyebabkan pelanggaran hak publik sehingga terjadi bencana alam, seperti
banjir dan kebakaran. Menurut Rancangan UU Penanggulangan Bencana yang masih
dibahas di DPR, ada beberapa kategori pelanggaran hak publik yang menyebabkan
bencana alam (Jawa Pos, 2 April 2007: halaman 14):
1. Orang yang
karena kelalaiannya melakukan pembangunan tidak dilengkapi dengan analisis
resiko bencana dan mengakibatkan bencana
2. Tindak
pidana yangdapat menimbulkan kerugian harta benda masyarakat
3. Tindak
pidana yang mengakibatkan kematian orang lain
4. Tindak
pidana yang menimbulkan kematian dilakukan karena sengaja
5. Orang yang
sengaja menghalangi akses penanggulangan bencana
6. Orang yang
sengaja menyalahgunakan pengelolaan sumber bantuan bencana
2.4 Kekerasan pada anak dan perempuan di dalam rumah
tangga
Keluarga merupakan lembaga
pendidikan pertama dan utama dalam membentuk kepribadian manusia. Asas-asas
kekeluargaan yang dijadikan dasar pendidikan di dalam keluarga adalah cinta,
kasih sayang, kehangatan, keharmonisan, dan lain sebagainya. Tujuan utama
pendidikan dalam keluarga adalah untuk meletakkan dasar-dasar kepribadian
manusia.
Dikatakan sebagai lembaga pendidikan
pertama karena setiap orang lahir di dalam lingkungan keluarga. Orang tua, terutama
ibu adalah orang dewasa yang sangat dekat dengan anak. Hubungan batin antara
orang tua dan anak membentuk fondasi sangat kuat dalam menentukan karakter
anak.Dikatakan utama karena pendidikan di dalam keluarga sangat menentukan
dalam mempengaruhi pembentukan dan pembinaan kepribadian manusia.
3.
Pelanggaran hukum dan HAM berat
Sekalipun perangkat hukum dan HAM
telah banyak dibuat, tetapi pelanggaran HAM berat masih saja terjadi.
Pelanggaran HAM berat dapat dilakukan oleh siapa saja, baik warga negara maupun
penyelenggara negara. Pelanggaran HAM berat tersebut sulit diungkap karena
terkait dengan bukti-bukti formal maupun material sulit ditunjukkan. Sejak
diberlakukan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 tahun 2000 tentang
pengadilan HAM maka ada niat baik dari bangsa Indonesia untuk mengungkap dan
mengadili para pelaku pelanggaran HAM., khususnya pelanggaran HAM berat dapat
diadili.
Pelanggaran hukum dan HAM berat
sudah dimulai sejak sebelum merdeka (penjajahan), evolusi kemerdekaan dan orde
lama (Orla), orde baru (Orba) dan Reformasi. Banyak faktor terjadinya
pelanggaran HAM berat. Faktor politik berkaitan dengan
pemberantasan kegiatan subversi selalu terjadi di sepanjang sejarah nasional.
Pada masa Orla, presiden dengan UU No. 11/PNPS/1963 tentang pemberantasan
subversi bertentangan dengan HAM.
Pada masa Orba, perubahan
banayak dilakukan dengan lebih memperhatiak pembangunan demokrasi dan
perlindungan HAM, tetapi pelaksanaannya masih menimbulkan bias sehingga
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi marak terjadi. Berbagai rekayasa
untuk kepentingan politik penguasa dilakukan dengan melakukan tindakan crimes
by government atau top hat crimes seperti penculikan aktivis atau
penghilangan orang secara paksa terhadap orang-orang yang pro demokrasi.
Untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban, penguasa sering melakukan
tindakan pelanggaran HAM berat.
Upaya untuk mewujudkan stabilitas
itu di Aceh misalnya, dilakukan operasi militer dengan kebijakan DOM
(daerah operasi militer). Melalui operasi militer itu banyak pelanggaran hukum
dan HAM tidak diproses hukum secara wajar dan berkeadilan. Untuk menumpas
aktivis yang berjuang membela hak-hak rakyat sering dilakukan dengan
pendekatan militer. Misalnya kasus Tanjung Priok dan pelepasan Timor Timur dari
NKRI selalu dengan operasi militer. Kasus pelanggaran HAM berat dan juga
terjadi ketika terjadi transisi pelepasan Timor Timur dari wilayah NKRI.
Pelepasan wilayah tersebut banyak membawa korban nyawa, penculikan, pembakaran,
pemerkosaan, dan kejahatan HAM dan kemanusiaan lainnya yang sampai
sekarang belum dapat diungkap.
Menurut UU nomor 26 tahun 2000 pasal
7, pelanggaran berat terhadap HAM tersebut adalah kejahatan genosida dan
kejahatan kemanusiaan. Kejahatan genosida adalah perbuatan yang dilakukan untuk
menghancurkan atau memusnahkan sebagaian kelompok bangsa atau ras, kelompok
etnik, atau kelompok agama dengan cara:
a.
Membunuh anggota kelompok
b.
Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat
terhadap anggota-anggota kelompok
c.
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik abik secara keseluruhan maupun sebagian
d.
Memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran
kelompok
e.
Memindahkan secara paksa anak-anak dari suatu kelompok
ke kelompok lainnya
Kejahatan kemanusiaan adalah suatu tindakan yang
dilakukan untuk menyerang secara sistematik terhadap penduduk sipil dengan
cara:
a.
Pembunuhan
b.
Pemusnahan
c.
Perbudakan
d.
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
e.
Perampasan kebebasan atan kemerdekaan secara fisik
dengan sewenang-wenang yang melanggar hukum internasional
f.
Penyiksaan tanpa mengenal batas sehingga menimbulkan
cacat seumur hidup
g.
Pemerkosaan, perbudakan, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa
h.
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari oleh politik, ras, etnik, paham kebangsaan, budaya,
agama, jenis kelamin, atau kejahatan lain yang diakui secara universal di dalam
hukum internasional
i.
Penghilangan orang secara paksa
j.
Kejahatan apartheid (diskriminasi atas warna kulit)
Perangkat hukum dalam penegakan HAM
di Indonesia sudah sangat banyak. Kesadaran terhadap hak-haknya sebagai
warga negara sudah meningkat dibandingkan sebelumnya, tetapi berbagai bentuk
pelanggaran hukum dan HAM masih saja terjadi. Berbagai pelanggaran itu dapat
dilakukan oleh anggota masyarakat ataupun penegak hukum sendiri.
Masih segar di ingatan bahwa tindak
kekerasan dalam lembaga pendidikan calon pegawai negara di salah satu daerah di
Jawa Barat. Pelaku pelanggaran berat dilakukan secara sistematis sehingga
tertutup rapat dan lama baru dapat dibongkar kejahatannya. Tindak kekerasan
terhadap para taruna muda yang dilakukan kakak tingkatnya
seakan-akan tidak diketahui pembimbing dan pembina kampus tersebut. Tindak
kekerasan itu menunjukan ironi dan paradoks justru terjadi di lembaga
pendidikan tinggi, apalagi lulusannya akan menjadi pegawai negara.
Problema hukum di Indonesia itu
dimulai ketika terjadi kerancuan visi dan misi yang diikuti dengan pertentangan
strategi penyelesaian masalah yang terjadi dalam masyarakat. Hukum tidak lagi
dijadikan sebagai sarana untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, tetapi
sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan yang justru menentang kebenaran
dan keadilan itu sendiri (Kuntowibisono, dalam Muladi 2004). Betapa rapuhnya
sistem hukum itu ketika mendapat intervensi kekuasaan uang. Hukum sudah sangat
sulit untuk menegakkan hukum seakan sudah sampai titik nadir (Muladi, 2005).
Dikatakan demikian karena penegakan hukum dan HAM dipandang diskriminatif,
inkonsistensi, dan mengedepankan kepentingan kelompok tertentu (Harkristuti
Harkrisnowo, 2003).
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Pelanggaran Hukum Dan
HAM
Pelanggaran hukum dan HAM semakin
hari semakin meningkat. Peningkatan pelanggaran hukum dan HAM tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor yang sangat kompleks. Pertama, faktor internal
yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam diri para pelaku pelanggaran hukum
dan HAM. Faktor internal tersebut seperti keadaan psikologis para pelaku.
Biasanya para pelaku sulit mengendalikan diri untuk tidak melakukan
pelanggaran,. Mereka sangat emosional ketika dihadapkan pada suatu situasi yang
harus menuruti hukum dan HAM. Misalnya tidak sabar menunggu antrian sehingga
terus menyerobot. Sifat egois dan tidak tolerans pada orang lain, seperti
tampak pada membuang sampah seenaknya sendiri. Faktor internal yang ada pada
diri para pelaku pelanggaran hukum dan HAM juga tampak pada kesadarannya.
Kesadaran tersebut dibentuk oleh tingkat pendidikan yang pernah ditempuh dan
diperolehnya. Misalnya, pelaku yang berpendidikan rendah melakukan pelanggaran
hukum dan HAM karena tidak tahu dan tidak merasa bahwa perbuatannya tersebut telah
melanggar.
Para pelaku terdidik melanggar bukan
karena ketidaktahuannya tetapi kesengajaan dengan mencari celah pada aturan
hukum dan HAM. Pelaku semacam ini lebih berbahaya daripada pelaku yang tidak
terdidik. Pelaku terdidik melanggar hukum dan HAM secara sistematis sehingga
dampaknya sangat luas dan parah.
Faktor kedua adalah faktor
eksternal yaitu faktor-faktor di luar diri manusia yang mendorong seseorang
atau sekelompok orang melakukan pelanggaran hukum dan HAM. Faktor eksternal
tersebut dapat berupa: (a) perangkat hukum yang tidak tegas dan jelas sehingga
menimbulkan ketidakpastian hukum,(b) struktur sosial dan politik yang
memungkinkan terjadinya pelanggaran hukum dan HAM. Misalnya sistem patrialkal
menimbulkan alasan pembenar untuk melakukan kekerasan jender dalam rumah
tangga. Sistem politik yang memberikan pembenaran melakukan penangkapan dan
hukuman kepada lawan politik yang dianggap melawan dan subversi pada negara.
(c) struktur ekonomi yang menimbulkan kesenjangan ekonomi dan kemiskinan
memungkinkan seseorang melakukan pelanggaran hukum dan HAM, misalnya
pencurian disertai pemberatan, perampokan, pembunuhan, penjarahan,
dan lain sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan alam yang
rusak dapat juga membuat seseorang melakukan pelanggaran hukum dan HAM
karena kelalaian. Misalnya pengendara motor menghindari jalan rusak
menyebabkan menabrak pejalan kaki hingga meninggal dunia. Palang kereta api
yang tidak ditutup karena kelalaian dapat menyebabkan kereta api dengan
kendaraan bermotor lain sehingga jatuh korban. Rambu lalu lintas yang sudah
tidak lengkap dan jelas mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan
kejahatan. (d) teknologi yang digunakan secara salah dapat menimbulkan
kejahatan kerah putih (white crime) misalnya merusak program komputer (hacker)
untuk merampok uang di dalam rekening di Bank, penipuan lewat SMS dengan
iming-iming hadiah jutaan rupiah.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Upaya penegakan
hukum dan HAM telah banyak dilakukan. Pertama berbagai perangkat hukum dan
perundang-undangan dibuat untuk memberikan kepastian hukum. Kedua, peningkatan
kesadaran hukum dan HAM di kalangan masyarakat dan penegak hukum. Ketiga,
pemberian sanksi yang tegas pada para pelaku pelanggaran hukum dan HAM sehingga
menimbulkan efek jera.. Keempat, penataan lembaga peradilan hukum dan HAM
misalnya dibentuk lembaga pengadilan HAM dan hakim ad hoc. Kelima, keteladanan
para orang tua, guru, tokoh masyarakat, pemerintah, dan tokoh agama. Keenam,
aksi nasional tentang gerakan sadar hukum dan HAM melalui sosialisasi dan
penyuluhan serta pendidikan. Ketujuh, kerjasama antara keluarga, sekolah,
masyarakat dan pemerintah secara sinergis dalam menegakkan hukum dan HAM.
2.
Saran
Penulis
berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan untuk dapat menambah
pengetahuan dalam hal ini system hokum dan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia.
Dan juga
penulis mengharapkan adanya sumbangsih kritik dan saran yang bersifat membangun
guna penyesunan makalah berikutnya yang lebih sempurnah lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://uyunkachmed.blogspot.com/2011/10/dinamika-penegakan-hukum-dan-ham.html diakses 29 November 2014
EmoticonEmoticon