Assalamu'alaikum Wr Wb. Nah pada Postingan Kali ini adalah tentang PRILAKU ADIL, RIDHA DAN AMAL SALEH , bahan ini berdasarkan referensi dari buku cetak dan alamat web lain selamat membaca semoga bermanfaat. Terima kasih ^_^
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teramat agung pribadi Rasulullah Muhammad Saw. Sehingga
para sahabat yang di tanya oleh seorang badui tentang akhlak beliau saw. Hanya
mampu menangis karena tak sanggup untuk menggambarkan betapa mulia akhlak
beliau Saw. Beliau di utus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia dan
sebagai suri tauladan yang baik sepanjang zaman.
Kehadiran Rasulullah Saw. Adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia lewat segala hal yang beliau contohkan kepada
umat manusia. Beliau tidak pernah pandang buluh dalam hal menghargai manusia,
penuh kasing sayang, tidak pernah mendendam, malahan beliau pernah menangis
ketika mengetahui bahwa balasan kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala
hingga menginginkan umat manusia untuk meng-esakan Allah Swt. Bab ini akan
membahas tentang sunah rasulullah yaitu diantaranya adil, ridha dan beramal
shaleh!
B.
Perumusan Masalah
1.
Bagaimana berperilaku adil ?
2.
Apa pengertian ridha ?
3.
Apa saja yang termasuk amal shaleh ?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui bagaimana berperilaku adil.
2.
Mengetahui pengertian ridha.
3.
Mengetahui apa saja yang termasuk amal shaleh.
BAB
II
PEMBAHASAN
I. Pengertian Perilaku Terpuji
Perilaku terpuji adalah segala
sikap, ucapan dan perbuatan yang baik sesuai ajaran Islam. Kendatipun manusia
menilai baik, namun apabila tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka hal itu
tetap tidak baik. Sebailiknya, walaupun manusia menilai kurang baik, apabila
Islammeyatakan baik, maka hal itu tetap baik.
Kita sebagai umatnya tentunya ingin
dapat mengikuti apa yang terjadi tuntutan rasulullah dalam kehidupan
sehari-hari sebagai suritauladan manusia.
Orang yang baik akhlaknya tentunya
didalam pergaulan sehari-hari akan senantiasa dicintai oleh sesama, dan
tentunya mereka kelak dihari kiamat akan masuk surga bersama dengan nabi saw.
Sebagaimana beliau bersabda dalam hadisnya yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya (orang) yang paling
aku cintai diantara kalian dan orang yang paling dekat tempatnya dariku pada
hari kiamat adalah oarang yang paling baik budi pekertinya diantara kalian”.
Harta yang banyak, pangkat yang
tinggi atau dimilikinya beberapa gelar kesarjanaan tak mampu mengangkat derajat
manusia tanpa dimilikinya akhlak terpuji.
Islam hadir dimuka bumi sebenarnya
sangat mengedepankan akhlak terpuji, karena Rasulullah saw. sendiri diutus
untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana sabdanya sebagai berikut:
اِنَّماَ
بُعِثْتُ لِؤُتَمِّمَ مَكَأرِمَ اْلأَخْلاَقْ
Artinya:
“Sesungguhnya
aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak”.
Alangkah indahnya ajaran Islam yang
memerintahkan untuk berakhlakul karimah. Jika hidup kita dihiasi dengan ahklak
terpuji tentunya akan dicintai oleh Allah awt dan masyarakatnya akan menjadi
baik, temteram dan damai.
A. Adil
Adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak,
atau menyamakan sesuatu dengan yang
lain. Istilah lain dari al-‘adl adalah al-qist, dan al misl (sama bagian atau
semisal).
Yang dimaksud adil adalah menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Seseorang dikatakan adil jika berlaku jujur terhadap sesamanya
sebagaimana terhadap dirinya sendiri.
Adil
berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus,
dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari
diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang
sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara),
maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al Quran, kata ‘adl
disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat 49:9).
Dengan demikian,
orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak
kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku,
bangsa maupun agama. Keberpihakan karena faktor-faktor terakhir—bukan
berdasarkan pada kebenaran– dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang
mengikuti hawa nafsu dan itu dilarang keras (QS An Nisa’ 4:135). Dengan sangat
jelas Allah menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu,
janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah 5:8).
Mengapa Islam
menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama Islam adalah
membentuk masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh alam
–rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya’ 21:107). Ayat ini memiliki sejumlah
konsekuensi bagi seorang muslim:
Pertama, seorang
muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat , kaya
dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan masalah hukum (QS An Nisa’ 4:135).
Penilaian,
kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada
diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit.
Kedua, keadilan
adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, status jabatan
ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang muslim wajib menegakkan
keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada; baik sebagai hakim, jaksa,
polisi maupun saksi.
Ketiga, di
bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang muslim
harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui
adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang
berbeda agama, suku dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk
belajar (QS Yusuf 16:109) serta dengan bijaksana memandang kelemahan dan
sisi-sisi negatif mereka. Pada saat yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu
mengkritisi tradisi atau perilaku negatif yang dilakukan umat Islam.
Dengan demikian,
dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang berperilaku adil akan
memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi di hadapan manusia
dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah
Allah (Qs Asy Syuro 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al A’raf
7:159).
Perilaku adil,
sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket untuk mendapat
kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi
yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan
nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang lain (QS Ali Imran 3:104).
Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke
telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Karena, perilaku adil itu
identik dengan konsistensi antara perilaku dan perkataan (QS As Saff 61:3).
B. Ridha
Dalam bahasa sehari-hari
ridha sering diartikan rela. Ridha berasal dari bahasa arab, yaitu
radhiya-yardha yang artinya menerima suatu perkara dengan lapang dada, tanpa
merasa kecewa ataupun tertekan menurut istilah, ridha berkaitan dengan keimanan
yang terbagi menjadi dua macam, pertama, ridha Allah Swt kepada hamba-Nya dan
rida hamba kepada Allah. Walaupun ketentuan Allah tidak sesuai
dengan keinginan kita dan kadang membawa kita pada kesedihan.
Karena
kadang realita kehidupan memang ada yang membawa kita pada kekecewaan dan
kesedihan. Tapi kalau kita bisa ridha menerima semuanya dan mengembalikan semua
kejadian pada Penguasa Segala Kejadian (Allah), maka kita akan terbebas dari
rasa kekecewaan dan kesedihan hingga kita pun bisa berlapang dada menerima
kenyataan hidup, ridha menerima ketentuan-Nya. Karena sesungguhnya, tidak ada
ketentuan-Nya yang buruk, semua pasti ada hikmahnya, hanya saja memang kadang
butuh waktu bagi kita untuk memahami, hikmah apa yang terkandung dalam setiap
ketentuan-Nya.
Dalam hadits atha’,
Ibnu Abbas berkata: Ketika Rasulullah SAW menemui sahabat – sahabat Anshor,
Beliau bersabda: ”apakah kamu orang – orang mukmin?” , lalu mereka diam, maka
berkatalah Umar : “ Ya, Rasulullah”. Beliau SAW bersabda lagi: “ apakah tanda
keimananmu?”, mereka berkata: “ kami bersyukur menghadapi kelapangan, bersabar
menghadapi bencana, dan ridha dengan qada’ ketentuan Allah”, kemudian Nabi SAW
bersabda lagi:”Orang- orang mukmin yang benar, demi Tuhan Ka’ba”.
Dalam
hadits diatas diterangkan dengan jelas bahwa ridha merupakan tanda dari
keimanan seseorang, ridha adalah suatu maqam mulia karena didalamnya terhimpun
tawakal dan sabar.
Namun
kadang ada orang yang salah persepsi dalam memahami ridha dengan suatu
pengertian pasrah tanpa usaha. Padahal menyerah pasrah dalam suatu keadaan,
yang berupa pasrah secara total tanpa usaha sama sekali, tanpa ikhtiar
sedkitpun untuk mencari jalan keluar, adalah pemahaman yang salah dari ridha.
Karena ridha bukan berarti menerima begitu saja segala hal yang menimpa
kita tanpa ada usaha sedikit pun untuk mengubahnya.
Ridha
tidak sama dengan pasrah. Ketika sesuatu yang tidak diinginkan datang menimpa
kita, kita memang dituntut untuk ridha menerimanya. Dalam pengertian kita
meyakini bahwa apa yang telah menimpa kita itu adalah takdir yang telah Allah
tetapkan untuk kita, namun kita tetap dituntut untuk berusaha. Allah berfirman,
”…..Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…..” (QS Ar
Ra’d ayat 11).
Jadi,
ridha menuntut adanya usaha aktif, dan itu sangat berbeda dengan sikap pasrah
yang menerima kenyataan begitu saja tanpa ada usaha untuk mengubahnya. Walaupun
di dalam ridha terdapat makna yang hampir sama dengan pasrah yaitu menerima
dengan lapang dada suatu perkara, namun di dalam ridha dituntut adanya usaha
untuk mengubah kondisi yang ada, misalnya saat kita sakit, kita wajib berusaha
dan berikhtiar untuk sembuh dengan cara berobat.
Berikut beberapa keutamaan ridha dalam Al
Quran.
Jikalau mereka
sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada
mereka dan berkata “cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian
dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah
orang-orang uyang berharap kepada Allah” (tentunya yang demikian itu lebih baik
bagi mereka) (QS. At Taubah ayat 59).
Balasan mereka
di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan
merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang
takut kepada Tuhannya. (QS.Al bayyinah
ayat 8) .
Allah ridha
kepada mereka dan merekapun ridha kepda Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya selama-lamanya. Mereka kekal
didalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah ayat 100). “….Allah
ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS. Al Mujaadilah ayat 22).
Ridha Allah
kepada hamba-Nya adalah berupa tambahan kenikmatan, pahala, dan ditinggikan
derajat kemuliaannya. Sedangkan ridha seorang hamba kepada Allah mempunyai arti
menerima dengan sepenuh hati aturan dan ketetapan Allah. Menerima aturan Allah
ialah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Adapun menerima ketetapannya adalah dengan cara bersyukur ketika mendapatkan
nikmat dan bersabar ketika ditimpa musibah.
Ciri-ciri prilaku yang mencerminkan
sikap ridha sebagai berikut.
1. Menerima hasil usaha kita dengan
penuh kesabaran dan tawakal terhadap Allah Swt.
2. Ridha terhadap pemberian Allah Swt.
3. Ridha dalam menjalankan perintah
baik dari Allah Swt, orang tua, dan orang di sekitar kita.
C.
Amal Salih
Amal artinya
pekerjaan, perbuatan, kegiatan. Shaleh
artinya baik, bagus, positif, membangun. Perbuatan yang baik adalah amal
shaleh, perbuatan membangun amal shaleh. Lawannya fasad, merusak, membahayakan.
Menurut kamus besar bahasa
Indonesia, amal diartikan sebagai perbuatan (baik atau buruk). Secara istilah,
amal saleh berarti perbuatan sungguh- sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun
menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan
terhadap masyarakat atau sesama manusia.contoh mengumpulkan dana untuk membantu
korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo dan anak yatim piatu.
Dalam al-Qur’an banyak
dijumpai perkataan amal dengan berbagai bentuknya yaitu ‘amila, a’mala,
ta’malun, ya’malun, ‘amilun, ‘amalus-salihat, dan ‘amalus-syyari’at.
1. Karakteristik
Amal Saleh
Orang yang hidup pada zaman
pra-islam mempunyai anggapan bahwa kekayaan, keturunan, kedudukan, dan
bermacam-macam kelebihan duniawi lainnya menjadi faktor yang akan menentukan keadaan
seseorang.
Agama islam membawa satu ajaran
(dokrin) bahwa keturunan, pangkat, kedudukan yang tinggi, dan kekayaan yang
bayak , semua itu tidak mendatangkan keuntungan, terutama untuk kehidupan di
akhirat kelak. Satu-satunya yang memberikan faedah ialah amal saleh, yakni
perbuatan baik.
Secara umum, pengelompokan amal itu
terbagi dua, yaitu amal saleh (amal yang baik) dan ‘amalus sayyi’ah (amal yang
buruk). Amal saleh ialah segala perbuatan kebbijakan yang mendatangkan manfaat
untuk diri sendiri, keluarga, bangsa, dan manusia seluruhnya, baik berupa
perbuatan, ucapan, maupun sikap.bahkan melakukan suatu perbuatan yang dilarang
Alloh, itu pun termasuk amal saleh.
2. Nilai
Positif Amal Saleh
Dalam Al-Qur’an, banyak diuraikan
hasil (buah) dari amal saleh, baik didunia maupun diakhirat, yaitu:
a.
Rezeki yang baik (al-Hajj/22:50);
b.
Derajat yang tinggi (Taha/20:75);
c.
Keberuntungan (al-Qasas/28:67);
d.
Keadilan (Yunus/10:4);
e.
Keluar dari kegelapan (at-Talaq/65:11);
f.
Rahmat dan cinta (al-Jasiyah/45:30);
g.
Hilang perasaan takut (Taha/20:112);
h.
Pahala yang cukup (Alli ‘Imran/3:57);
i.
AmpunanIlahi (Fatir/3:57);
j.
Kehidupan di surga (al-Mu’minun/23:40).
3. Membiasakan
Amal Saleh
Setiap amal saleh, harus didasari
niat yang suci dan ikhlas. Jangan sampai seorang yang beramal memiliki niat
yang salah, ada udang dibalik madu. Misal, mengharap kedudukan,pujian, atau
keuntungan yang lain-lain.
Berusaha atau beramal, pada umumnya
tidak memandang ruang dan waktu serta tidak hanya pada saat yang lapang. Dalam
situasi apa pun, kita tidak menyianyiakan untuk beramal atau berusaha. Walaupun
hasil amal itu belum tampak sekarang, hal itu tidak boleh menjadikan kita malas
beramal.
Contoh amal saleh adalah sebagai berikut, diantaranya
:
1.
Selalu
belajar dan bekerja keras dengan niat Lillah ta’ala/ karena Allah.
2.
Selalu
melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Seperti, shalat
zakat, dan puasa.
3.
Berbakti
kepada orang tua.
4.
Melakasanakan
perintah guru.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai sesama makhluk hidup kita
harus berperilaku adil terhadap siapapun dan jangan berperilaku diskriminasi
yang dapat merugikan pihak lain. Kita harus bersikap ridha yaitu rela memerima
apapun yang di berikan Tuhan terhadap kita dengan suci hati atau mengerjakan
sesuatu, tanpa ada paksaan atau terbebani. Banyak-banyaklah beramal shaleh,
karena ada 3 ibadah kita yang akan di bawa mati yaitu salah satunya adalah amal
shaleh atau sodaqoh jariah. Keadilan berarti suatu perbuatan yang berusaha
meletakkan sesuatu pada tempatnya, atas dasar kebenaran, bukan mengikuti
kehendak nafsunya. Keutamaan keadilan
adalah dapat mendekatkan manusia kepada takwa dan menghindarkan manusia dari
pertikaian dan perpecahan, serta doanya dapat diterima oleh Allah. Sabar (tabah) adalah tahan menderita
menghadapi yang tidak disenangi dengan ridha dan menyerahkan diri kepada Alla
SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
EmoticonEmoticon