BAB I
PENDAHULUAN
Dari
sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu
unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi
bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat
diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan
(3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam
Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah
lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada
tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu.
1.
Apa alasan pengembangan kurikulum 2013?
2.
Bagaimana struktur kurikulum 2013 SD?
3.
Apa saja kendala di lapangan dalam implementasi
K-2013?
4.
Bagaimana kelebihan K-2013 dibanding sebelumnya?
1)
Menjelaskan alasan pengembangan kurikulum 2013.
2)
menjelaskan struktur kurikulum 2013 SD.
3)
menjelaskan kendala di lapangan dalam implementasi
K-2013.
4) menjelaskan kelebihan K-2013
dibanding sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rasional/ Alasan Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik
tantangan internal maupun tantangan eksternal.
1.
Tantangan
Internal
Tantangan
internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan
tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan
yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar
penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait
dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk
usia produktif.
Terkait
dengan tantangan internal pertama, berbagai kegiatan dilaksanakan untuk
mengupayakan agar penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai ke delapan standar
yang telah ditetapkan. (Gambar 1).
Gambar
1
Terkait
dengan perkembangan penduduk, SDM usia produktif yang melimpah apabila memiliki
kompetensi dan keterampilan akan menjadi modal pembangunan yang luar biasa
besarnya. Namun apabila tidak memiliki kompetensi dan keterampilan tentunya
akan menjadi beban pembangunan. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi
adalah bagaimana mengupayakan agar SDM usia produktif yang melimpah ini dapat
ditransformasikan menjadi SDM yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui
pendidikan agar tidak menjadi beban (Gambar 2).
Gambar
2
2.
Tantangan
Eksternal
Tantangan
eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan
masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat,
perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang
mengemuka.
Gambar 3
3.
Penyempurnaan
Pola Pikir
Pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi
pergeseran atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi proses
pembelajaran sebagai berikut:
a. Dari
berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
b. Dari
satu arah menuju interaktif.
c. Dari
isolasi menuju lingkungan jejaring.
d. Dari
pasif menuju aktif-menyelidiki.
e. Dari
maya/abstrak menuju konteks dunia nyata.
f. Dari
pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
g. Dari
luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
h. Dari
stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
i. Dari
alat tunggal menuju alat multimedia.
j. Dari
hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif.
k. Dari
produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
l. Dari
usaha sadar tunggal menuju jamak.
m. Dari
satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.
n. Dari
kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
o. Dari
pemikiran faktual menuju kritis.
p.
Dari penyampaian pengetahuan menuju
pertukaran pengetahuan.
Sejalan
dengan itu, perlu dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan
baru dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL di dalam KBK
2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari SI harus diubah menjadi perumusan yang
diturunkan dari kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan SKL pada KBK 2004 dan
KTSP 2006 dapat dilihat di Gambar 4 dan penyempurnaan pola pikir perumusan
kurikulum dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 4
4.
Penguatan
Tata Kelola Kurikulum
Pada
Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan standar
kompetensi lulusan berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan
nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan
kurikulumnya yang terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum.
Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan kewenangan menyusun silabus, tapi
disusun pada tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan mengembangkan
proses pembelajaran tanpa harus dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus
yang memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang
sangat memberatkan guru. Perbandingan kerangka kerja penyusunan kurikulum dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5
Hasil
monitoring dan evaluasi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang
dilakukan Balitbang pada tahun 2010 juga menunjukkan bahwa secara umum total
waktu pembelajaran yang dialokasikan oleh banyak guru untuk beberapa mata
pelajaran di SD, SMP, dan SMA lebih kecil dari total waktu pembelajaran yang
dialokasikan menurut Standar Isi. Di samping itu, dikaitkan dengan kesulitan
yang dihadapi guru dalam melaksanakan KTSP, ada kemungkinan waktu yang
dialokasikan dalam Standar Isi tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Hasil
monitoring dan evaluasi ini juga menunjukkan bahwa banyak kompetensi yang
perumusannya sulit dipahami guru, dan kalau diajarkan kepada siswa sulit
dicapai oleh siswa. Rumusan kompetensi juga sulit dijabarkan ke dalam indikator
dengan akibat sulit dijabarkan ke pembelajaran, sulit dijabarkan ke penilaian,
sulit diajarkan karena terlalu kompleks, dan sulit diajarkan karena
keterbatasan sarana, media, dan sumber belajar.
Untuk
menjamin ketercapaian kompetensi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan untuk
memudahkan pemantauan dan supervisi pelaksanaan pengajaran, perlu diambil
langkah penguatan tata kelola antara lain dengan menyiapkan pada tingkat pusat
buku pegangan pembelajaran yang terdiri dari buku pegangan siswa dan buku
pegangan guru. Karena guru merupakan faktor yang sangat penting di dalam pelaksanaan
kurikulum, maka sangat penting untuk menyiapkan guru supaya memahami
pemanfaatan sumber belajar yang telah disiapkan dan sumber lain yang dapat
mereka manfaatkan. Untuk menjamin keterlaksanaan implementasi kurikulum dan
pelaksanaan pembelajaran, juga perlu diperkuat peran pendampingan dan
pemantauan oleh pusat dan daerah.
5.
Pendalaman
dan Perluasan Materi
Berdasarkan
analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa dari 6 (enam) level kemampuan yang
dirumuskan di dalam studi PISA, hampir semua peserta didik Indonesia hanya
mampu menguasai pelajaran sampai level 3 (tiga) saja, sementara negara lain
yang terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai level 4 (empat), 5
(lima), dan 6 (enam). Dengan keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama,
interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini, hanya satu, yaitu
yang kita ajarkan berbeda dengan tuntutan zaman (Gambar 6).
Gambar
6
Analisis
hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta
didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Untuk bidang
matematika, lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level
menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta didiknya mampu
mencapai level tinggi dan advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang
diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau yang distandarkan
di tingkat internasional (Gambar 7).
Gambar
7
Untuk
bidang IPA, pencapaian peserta didik kelas 2 SMP juga tidak jauh berbeda dengan
pencapaian yang mereka peroleh untuk bidang matematika. Hasil studi pada tahun
2007 dan 2011 menunjukkan bahwa lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya
mampu mencapai level menengah, sementara hampir 40% peserta didik Taiwan mampu
mencapai level tinggi dan lanjut (advanced).
Dengan keyakinan bahwa semua anak dilahirkan sama, kesimpulan yang dapat
diambil dari studi ini adalah bahwa apa yang diajarkan kepada peserta didik di
Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan atau distandarkan di tingkat
internasional. (Gambar 8).
Gambar
8
Hasil
studi internasional untuk reading dan literacy (PIRLS) yang ditujukan untuk
kelas IV SD juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi
untuk tingkat SMP seperti yang dipaparkan terdahulu. Dalam hal membaca, lebih
dari 95% peserta didik Indonesia di SD kelas IV juga hanya mampu mencapai level
menengah, sementara lebih dari 50% siswa Taiwan mampu mencapai level tinggi dan
advance. Hal ini juga menunjukkan
bahwa apa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang diujikan dan
distandarkan pada tingkat internasional (Gambar 9).
Gambar 9
Hasil
analisis lebih jauh untuk studi TIMSS dan PIRLS menunjukkan bahwa soal-soal
yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dibagi menjadi empat
kategori, yaitu:
- low
mengukur kemampuan sampai level knowing
- intermediate
mengukur kemampuan sampai level applying
- high mengukur
kemampuan sampai level reasoning
- advance mengukur
kemampuan sampai level reasoning with
incomplete information.
Tabel 10
Analisis
lebih jauh untuk membandingkan kurikulum IPA SMP kelas VIII yang ada di
Indonesia dengan materi yang terdapat di TIMSS menunjukkan bahwa terdapat
beberapa topik yang sebenarnya belum diajarkan di kelas VIII SMP (Tabel 2). Hal
yang sama juga terdapat di kurikulum matematika kelas VIII SMP di mana juga
terdapat beberapa topik yang belum diajarkan di kelas XIII. Lebih parahnya
lagi, malah terdapat beberapa topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam
kurikulum saat ini, sehingga menyulitkan bagi peserta didik kelas VIII SMP
menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam TIMSS (Tabel 3).
Tabel 11
Hal
yang sama juga terjadi di kurikulum matematika kelas IV SD pada studi
internasional di mana juga terdapat topik yang belum diajarkan pada kelas IV
dan topik yang sama sekali tidak terdapat di dalam kurikulum saat ini, seperti
bisa dilihat pada Tabel 4.
Tabel 12
Dalam
kaitan itu, perlu dilakukan langkah penguatan materi dengan mengevaluasi ulang
ruang lingkup materi yang terdapat di dalam kurikulum dengan cara meniadakan
materi yang tidak esensial atau tidak relevan bagi peserta didik,
mempertahankan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan
menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan internasional. Di samping
itu juga perlu dievaluasi ulang tingkat kedalaman materi sesuai dengan tuntutan
perbandingan internasional dan menyusun kompetensi dasar yang sesuai dengan
materi yang dibutuhkan.
B. Struktur Kurikulum
Struktur
kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata
pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata
pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan
beban belajar per minggu untuk setiap siswa. Struktur kurikulum adalah juga
merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan
pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar
yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester
sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan
jam pelajaran per semester.
Beban belajar
dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu
semester. Beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34
sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam
belajar SD/MI adalah 35 menit.
Struktur Kurikulum
SD/MI adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
|
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
|
||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
||
Kelompok
A
|
|||||||
1.
|
Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
2.
|
Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
|
5
|
6
|
6
|
4
|
4
|
4
|
3.
|
Bahasa
Indonesia
|
8
|
8
|
10
|
7
|
7
|
7
|
4.
|
Matematika
|
5
|
6
|
6
|
6
|
6
|
6
|
5.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
6.
|
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
-
|
-
|
-
|
3
|
3
|
3
|
Kelompok
B
|
|||||||
1.
|
Seni
Budaya dan Prakarya
|
4
|
4
|
4
|
5
|
5
|
5
|
2.
|
Pendidikan
Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
|
30
|
32
|
34
|
36
|
36
|
36
|
|
Mata pelajaran Seni
Budaya dan Prakarya dapat Bahasa Daerah.
Integrasi
Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada keterdekatan makna dari konten
Kompetensi Dasar IPA dan IPS dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan
III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri
sendiri dan kemudian diintegrasikan ke dalam tema-tema yang ada untuk kelas IV,
V dan VI.
C. Kendala Di Lapangan Dalam Implementasi K-13
Permasalahan mendasar Kurikulum 2013 diantaranya :
- Tidak melalui riset dan evaluasi yang mendalam
- Menitikberatkan siswa
- Ketidaksiapan guru karena terkesan mendadak
- Tematik lebih cocok di kelas dasr
- Tidak memperhatikan konteks sosiologis keIndonesiaan
D. Kelebihan K-13 Dibandingkan dengan Kurikulum
Sebelumnya
Menurutnya
kurikulum 2013 tak sepenuhnya buruk. Dibandingkan dengan kurikulum yang lama,
kurikulum 2013 melatih anak untuk lebih mandiri, kreatif, dan inovatif. Siswa
tak hanya mendapatkan informasi dan materi dari guru, melainkan juga dilatih
untuk mencari informasi di luar kelas secara aktif.
Melalui
konsep 5 M, siswa dididik untuk dapat mencari sendiri informasi, menemukan,
menyampaikan pendapat di depan kelas, mengevaluasi, dan menarik kesimpulan
secara aktif dan mandiri. Dengan begitu, kurikulum ini juga kembali mengajak
anak-anak untuk membudayakan membaca, salah satu kebiasaan yang mulai menurun
pada generasi saat ini.
Dalam
kurikulum 2013, sikap siswa di dalam kelas juga termasuk salah satu aspek yang
dinilai. Karena itu penerapan kurikulum 2013 juga memiliki tujuan yang baik
yaitu mendorong anak untuk memiliki sikap yang lebih baik di sekolah, pada
teman sejawat, dan terhadap lingkungannya.
Meski
begitu, ada beberapa aspek dalam kurikulum 2013 yang menurut Sri masih perlu
dikaji ulang dan tak dapat diterapkan secara maksimal di Indonesia saat ini.
Salah
satunya adalah sistem penilaian yang dinilai guru terlalu rumit. Dalam
kurikulum 2013, guru harus melakukan tiga set penilaian terhadap siswa, antara
lain penilaian sikap, penilaian kognitif, dan penilaian keterampilan.
Masing-masing
set penilaian masih dijabarkan lebih banyak, misalkan set penilaian sikap yang
terdiri atas penilaian observasi (kedisiplinan, kejujuran, peduli lingkungan,
dsb), penilaian diri, penilaian teman sejawat, dan penilaian jurnal. Sistem
penilaian yang banyak dan rumit tersebut harus diterapkan guru pada
masing-masing siswa, per mata pelajaran, dan per kompetensi dasar.
Untuk
satu mata pelajaran, rata-rata kompetensi dasar adalah tujuh sampai delapan.
Berarti guru harus membuat delapan kali tiga set laporan narasi untuk
masing-masing siswa.
BAB III
PENUTUP
A.SIMPULAN
Alasan Pengembangan Kurikulum 2013
Tantangan
internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan
tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang
meliputi standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar isi, standar proses, standar
penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan internal lainnya terkait
dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk
usia produktif. Serta
dipengaruhi tantangan eksternal.
Artikel menarik lainnya :
Artikel menarik lainnya :
2 comments
Daftar pustaka ??
Daftar pustaka mana
EmoticonEmoticon