Perkembangan anak selalu menjadi perhatian bagi orang tua dan guru di sekolah khususnya di Sekolah Dasar. Ada beberapa perkembangan anak diantaranya yaitu perkembangan estetika dan perkembangan sosial anak. Di dalam Makalah ini akan dibahas secara lebih detil mengenai perkembangan estetika (seni) anak SD dan perkembangan sosial anak SD.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa
usia Sekolah Dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia
enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun.
Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan
perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya
perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan
kepribadian dan perkembangan fisik anak. Menurut Erikson perkembangan
psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan
dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk
sekolah, mulai dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses
belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah. Sedangkan menurut Thornburg
bahwa anak Sekolah Dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali
tidak perlu lagi diragukan keberaniannya.
Setiap anak Sekolah Dasar sedang berada dalam
perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka
dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas
empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan
ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak
remaja permulaan. Mereka mengembangkan rasa percaya dirinya terhadap kemampuan
dan pencapaian yang baik dan relevan. Meskipun anak-anak membutuhkan
keseimbangan antara perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka
raih, namun perasaan akan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan
negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga menghambat mereka dalam belajar.
Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa Sekolah
Dasar, hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik sendiri, di
mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia
kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial anak
usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka tidak
dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah
diharapkan pada dunia pengetahuan. Pada usia ini mereka masuk sekolah umum,
proses belajar mereka tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka
sudah diperkenalkan dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan masyarakat. Masa
kelas tinggi sekolah dasar mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut : (1)
adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, (2) amat
realistik, ingin tahu dan ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini telah ada
minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, oleh ahli yang mengikuti
teori faktor ditaksirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor, (4) pada
umumnya anak menghadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikan
sendiri, (5) pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran
yang tepat mengenai prestasi sekolah, (6) anak pada masa ini gemar membentuk
kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
Anak
usia Sekolah Dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik
pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana
kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama,
sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek
tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada
anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama. Dengan
karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk
dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada
siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar
kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak
abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi
kesempatan untuk pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara
individual maupun dalam kelompok.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan
estetika pada anak SD
2. Bagaimana perkembangan social
anak SD?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1. Menjelaskan perkembangan
estetika pada anak SD
2. Menjelaskan perkembangan social anak SD?
BAB
II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK SD
I. Perkembangan Estetika Anak SD
A.
Pengertian Estetika
Estetika
adalah cabang filsafat yang mempersoalkan seni (art) dan keindahan (beauty).
Istilah estetika berasal dari kata Yunani aisthesis, yang berarti pencerapan
inderawi, pemahaman intelektual (intelectual
understanding), atau bisa juga berarti pengamatan spiritual. Istilah art (seni) berasal dari kata latin ars, yang berarti seni, keterampilan,
ilmu, atau kecakapan.
Estetika
dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu estetika deskriptif dan estetika
normatif. Estetika deskriptif menguraikan dan melukiskan fenomena-fenomena
pengalaman keindahan. Estetika normatif mempersoalkan dan menyelidiki hakikat,
dasar, dan ukuran pengalaman keindahan. Ada pula yang membagi estetika kedalam
filsafat seni (philosophy of art) dan
filsafat keindahan (philosophy of beauty).
Filsafat seni mempersoalkan ststus ontologis dari karya-karya seni dan
mempertanyakan pengetahuan apakah yang dihasilkan oleh seni serta apakah yang
dapat diberikan oleh seni untuk menghubungkan manusia dengan realitas. Filsafat
keindahan membahas apakah keindahan itu dan apakah nilai indah itu objektif
atau subjektif.
Beberapa
pengertian estetika dalam lingkupnya dapat dicermati sebagai berikut ini:
1)
Estetika adalah
segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni (Kattsoff, Element of Philosophy, 1953).
2)
Estetika merupakan
suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan, apresiasi, dan kritik terhadap
karya seni dalam konteks keterkaitan seni dengan kegiatan manusia dan peranan
seni dalam perubahan dunia (Van Mater Ames, Colliers
Encyclopedia, vol.I)
3)
Estetika merupakan
kajian filsafat keindahan dan juga keburukan (Jerome Stolnitz, Encyclopedia of Philosophy, Vol.I)
4)
Estetika adalah suatu
ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan,
mempelajari semua aspek yang disebut keindahan (AA Djelantik,Estetika Suatu Pengantar, 1999)
Pandangan-pandangan
mengenai estetika diatas, setiap waktu mengalami pergeseran, sejalan dengan
pergesaran konsep estetik setiap zaman. Pandangan bahwa estetik hanya mengkaji
segala sesuau yang indah (cantik dan gaya seni), telah lama dikoreksi, karena
terdapat kekenderungan karya-karya seni modern tidak lagi mnawarkan kecantikan
seperti zaman Romantik atau Klasik, tetapi lebih kepada makna dan aksi mental.
B.
Sudut Pandang Nilai Estetika
Telaah
mengenai nilai estetika yang beragam memunculkan beberapa sudut pandang.
Sekarang kita akan melihat beberapa pendapat bahwa nilai indah itu ditentukan
oleh objeknya atau tidak?
Pertama, objektif rasionalis, yang berpendapat bahwa “nilai indah” itu memang
karena objek itu sendiri indah. Mungkin karena lukisannya bermakna tinggi dan warnanya
sesuai atau cocok. Kerapian juga mempengaruhi suatu keindahan. Sehingga semua
orang tertarik dan menyukai lukisan itu, dan akhirnya lukisan itu jadi
pemenangnya.
Kedua, subjektif psikologis, menyatakan bahwa “nilai indah” itu sebenarnya
ungkapan perasaan. Apa yang dilihatnya hanyalah sebagai “penyulut” dari
pengungkapan perasaan itu. Jadi, nilai indah itu bukan berasal dari objek, akan
tetapi dari subjek yang perasaannya terungkap. Hanya orang-orang yang memiliki
perasaan halus sajalah yang dapat merasakan kendahan. Sebagai contoh, sebuah
lukisan klasik, yang dapat menilai apakan lukisan itu indah atau tidak hanyalah
yang memiliki rsa nilai tinggi. Sementara orang yang tidak memiliki rasa nilai
hanya akan memangdang lukisan itu hanyalah lukisan biasa.
Ketiga, subjektif-empiris, yang menyatakan bahwa nilai indah itu merupakan
keindahan yang diobjektivikasikan. Dalam artian, harus dibarengi dengan
pengalaman. Yang tidak melalui pengalaman, keindahan hanya dalam angan-angan
saja. Contohnya, seseorang bisa mengatakan taman itu indah jika ia pernah
duduk, berjalan atau bermain-main di taman itu. Jika ia hanya menyaksikan di
televise atau gambar saja, maka tidak bisa dinilai “indah”.
Keempat, subjektif-experience,
yang menyatakan bahwa “nilai indah” itu adalah nilai suatu keberhasilan dari
suatu proses pengalaman yang panjang. Maka nilai indah itu tidak bersifat
tiba-tiba, tetapi ada proses pengalaman sampai akhirnya, keberhasilan itu dapat
dicapai. Misalnya, dalam ujian,seseorang akan merasakan keindahan dari hasil
belajarnya ketika ia lulus ujian dengan nilai yang membanggakan. Tentu keindahan itu akan
dirasakan diakhir bukan sebelum atau ketika ujian berlangsung.
Kelima, estetika-objektif metafisika, yang menyatakan bahwa “nilai indah” itu terkait dengan
pertimbangan-pertimbangan metafisik atau teologis-religius, yang mengajak pada
pengakuan kebesaran Ilahi. Contoh, ketika memandang pegunungan yang hijau nan
sejuk, seseorang akan mengatakan “alangkah indahnya gunung itu”, tapi
sebenarnya yang dikaguminya adalah si Pencipta gunung tersebut yaitu Allah SWT.
Dalam artian lebih menekankan kepada sang Kholik bukan semata objeknya saja.
C. Estetika Dalam
Pendidikan
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, kurikulum
pendidikan baru yang direncanakan diterapkan mulai 2013 juga menekankan
estetika yang antara lain mencakup seni dan budaya. Seperti dalam pernyataannya
sebagai berikut:
"Kalau
kita perhatikan kurikulum yang baru, selalu ada pelajaran seni dan budaya
karena kita ingin membangun masa depan anak didik yang berbudaya dan memiliki
jiwa seni sehingga apa yang disampaikan kepada anak didik bukanlah hal-hal yang
tidak memperhatikan nilai-nilai keindahan”.
Dalam
kurikulum baru yang sedang memasuki uji publik, ditekankan urusan logika etika
dan estetika yang diterjemahkan dalam bentuk kompetensi fiskal, kompetensi
keterampilan, dan kompetensi pengetahuan. Pihaknya tidak ingin mencerdaskan
seseorang untuk pandai saja, tetapi juga peningkatan logika agar nyaman dalam
berkomunikasi dan santun dalam berekspresi. Oleh karena itu, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) makin fokus menggarap tiga wilayah
berpikir dan bertindak di kalangan pelajar, yakni logika, etika, dan estetika.
Estetika dalam konteks pendidikan diartikan sebagai
”rasa keindahan”. Rasa estetika merupakan satuan keseimbangan antara pikiran –
perasaan yang secara alami telah
dipunyai anak. Keseimbangan ini akan memberikan kontrol antara perkembangan
rasa dan pikiran. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan estetika berbentuk
pendidikan a-vokasional, yaitu pendidikan yang tidak mengenal
bakat anak dalam belajar seni. Pendidikan jenis ini bertujuan ”Mendidik melalui
seni, dengan seni dan membuat seni”.
D. Peran Seni dan Tahap Perkembangan Seni pada Anak
Peran Seni Dalam Kehidupan Anak
Beberapa peran seni sebagai ujud keindahan memiliki
peran:
1. Pemenuhan kebutuhan; Lowenfeld (1982) menyatakan bahwa
seni sebagai fundasi kemanusiaan manusia. Manusia secara sadar dan tidak sadar
memiliki potensi mendasar untuk melakukan penyaluran ide, gagasan, dan gerak
hatinya melalui aktivitas seni.
2. Terapi; Dengan berlaku, mencipta, berkarya, atau
menikmati seni manusia dapat menghibur diri, melepaskan diri dari
tekanan-tekanan dalam batinnya, sehingga jiwanya terpuasi.
3. Ungkapan atau Ekspresi; Dorongan untuk memunculkan
pengalaman, keinginan, pikiran, harapan dan, gagasan membutuhkan perwujudan.
4. Komunikasi; Seni digunakan sebagai media untuk
menyampaikan pesan yang ingin diungkapkan. Pesan akan lebih bertahan lama dan memiliki
makna yang lebih luas dan dalam jika dikemas dalam media ungkap seni.
Bentuk dan jenis perkembangan seni anak melalui tahap
perkembangan:
1.
Tingkat
manipulatif (eksplorasi); Pada tahap ini anak memerlukan berbagai alat bantu
atau bahan ekspresi seperti: mencoret-coret, meremas-remas, memijit-mijit, dan
sebagainya.
2.
Tingkat
Simbolik; Fase ini merupakan fase perkembangan ekspresi anak di mana mereka
menghasilkan gambar-gambar/bentuk-bentuk tertentu yang bagi anak merupakan
lambang-lambang dari penghayatannya. Pada tahap ini anak sering bercakap-cakap
sendiri tentang apa yang dibuatnya, misalnya: “ini rumah”, “ini kuda”, meskipun
gambar atau ujudnya sama sekali berbeda dengan apa yang diungkapkan, akan
tetapi simbol ini sangat berarti bagi anak.
3.
Tingkat
dapat dikenal; Pada tingkat ini umumnya anak telah berhasil menciptakan
bentuk-bentuk yang dapat dikenal, misalnya: pada lukisan atau gambarnya
terlihat bentuk, rumah, ayam, bunga, pohon, dan sebagainya (5-7 tahun).
Uraian tersebut menunjukkan bahwa seni
memiliki peran sebagai ungkap kreatif yang digunakan sebagai dasar pengembangan
kegiatan (khususnya pada anak 2-7 tahun) melalui aktivitas bermain (play group)
dan taman pengembangan selanjutnya (sekolah dasar).
Lowenfeld dan Brittain (1982)
menegaskan peran seni, bahwa memberikan pengalaman seni yang lebih baik dan
benar akan mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar yang meliputi: emosi,
intelektual, fisik, persepsi, sosial, estetis, dan kreativitas.
Selanjutnya Eisener (1972) menyatakan
5 kebenaran pengembangan dan pengajaran seni pada anak di sekolah:
1. Seni dapat digunakan sebagai dasar membantu
mengembangkan pengertian yang dapat memberi kepuasan berpikir setelah bekerja.
2. Seni mengandung unsur pengobatan yang secara alami.
Seni memberikan kesempatan meredakan emosi yang terkurung dan tak dapat
diekspresikan, seni sebagai ekspresi diri dan dapat mengembangkan kesehatan
mental.
3. Berpikir kreatif harus menjadi tujuan utama program
pendidikan dan seni tidak dapat disangkal (hasil riset) memberikan sumbangan
signifikan terhadap perkembangan berfikir kreatif.
4. Aktivitas membantu pemahaman bidang kajian lain;
banyak studi sosial dan seni dapat menjadi pembentuk konsep.
5. Seni dapat mengembangkan otot halus yang memperbaiki
koordinasi siswa.
E. Pendidikan dan Perkembangan Seni
Jalongo dan Issenberg (1993:68)
menyatakan pendidikan seni mendasar pada 3 tujuan, yaitu: kreativitas,
kemampuan, dan apresiasi dalam pencapaiannya meliputi 4 unsur pengetahuan,
yaitu: (1) Hasil seni mencakup; buatan yang orisinil, penggunaan materi untuk
mengungkapkan ide atau konsep, dalam proses membutuhkan teknik, (2) sejarah
seni; perlu klasifikasi dan pengembangan keberadaannya, (3) kupasan seni;
pengartian karya, bentuk dan nilai seni, (4) estetika; digunakan dalam
apresiasi dan interpretasi objek seni dan kesadaran unsur seni dari lingkungan.
Kemampuan-kemampuan dasar yang telah
dimiliki anak untuk berkreasi antara lain: (1) mengamati, mencoba,
memanipulasi, bermain, menjawab pertanyaan, berteka-teki, diskusi kelompok, (2)
berimajinasi tentang peran permainan, bermain kata, bercerita, menerapkan
pengetahuan secara sederhana, (3) konsentrasi pada satu jenis tugas dengan
waktu relatif singkat, (4) mengerjakan sesuatu dengan orang tua atau teman
akrab, (5) menggunakan pengulangan sebagai kesempatan sebelum bosan (Jalongo
dan Issenberg, 1993).
Tujuan pendidikan seni dan kerajinan
tangan pada anak sekolah dasar adalah pengembangan sikap dan kemampuan siswa
berkreasi dan apresiasi terhadap karya seni. Hal ini merupakan kelanjutan pendidikan
pra sekolah yanng bertujuan untuk mengembangkan sikap, pengetahuan,
keterampilan dan daya cipta (kreatif) yang diperlukan anak didik untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya.
Perkembangan seni anak dapat ditinjau
secara rinci dari berbagai ujud seni itu sendiri, antara lain:
1. Tahap-tahap Perkembangan Seni Rupa Anak Usia SD
a. Tahap Scribbling sampai 4 tahun
Perkembangan seni rupa anak dilihat dari karakteristik
gambar, penyajian ruang dan penyajian gambaran orang pada karya gambar anak
secara garis besar adalah: Tahap scribbling dimulai dengan gambar yang tidak
beraturan, kemudian sejalan dengan pengendalian motorik menjadi scribbling yang
terkontrol, dan akhirnya menjadi scribbling yang mempunyai makna bagi dirinya
sendiri.
b. Tahap Preschematic atau prabagan 4-7 tahun
Dimulai dengan menggambar suatu objek. Karakteristik
gambarnya terdiri dari bangun geometri, bersifat relatif dan subjektif bermakna
pribadi. Penyajian ruang; objek mengapung, kertas kadang berputar, proporsi
antar objek belum ada. Penyajian gambar orang; kepala dan kaki menjadi objek
pengembangan, tangan mulai dilengkapi.
c. Tahap Schematic (Pencapaian konsep bentuk) 7-9 tahun
Karakteristik pengembangan konsep dengan pengulangan
perubahan dipengaruhi pengetahuan aktif tentang lingkungan, menggambar konsep
dari ciri-ciri bukan persepsi, goresan tegas, langsung, pipih. Penyajian ruang;
mendirikan objek tegak pada garis dasar, pengaturan objek dalam dua dimensi,
gambar menyebar ke seluruh bidang. Gambar orang; pengulangan bagan, badan
terlukis secara geometris, lengan dan kaki mulai diisi dengan penempatan benar
dan proporsi dipengaruhi emosi.
d. Tahap Realis (9-12 tahun)
Pada tahap ini karakteristik gambar secara lebih baik
telah siap untuk lebih rinci, ia memiliki kesadaran diri terhadap
gambar-gambarnya, lebih siap untuk menampilkan fisik lingkungan, karakteristik
lingkungan lebih menonjol dibanding kealamiahannya, belum memahami bangun dan
bayangannya. Penyajian ruang; mendasarkan pada garis sehingga gambar nyata tapi
masih tumpang tindih, mulai menghubungkan antar dua benda, mengetahui awan
sebagai garis horison, berusaha menunjukkan hal yang tersembunyi melalui ukuran
benda-benda. Penyajian gambar manusia bagian-bagian tubuh mulai terpisah, figur
lebih jelas.
II.
Perkembangan
Sosial Pada Anak SD
1. Perkembangan Sosial
Pengertian
Perkembangan sosial Syamsul Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial
dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Kemampuan sosial anak berkembang dari
berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan,
disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya.
Sunarto
dan Hartono (1999) menyatakan bahwa hubungan sosial (sosialisasi) merupakan
hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari
tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana.
Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dengan
demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks. Perkembangan
sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan
harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat di mana anak berkembang, juga
tergantung dari usia dan tugas perkembangannya. Sosialisasi merupakan proses
belajar bersikap dan berperilaku sesuai dengan tututan sosial sehingga mampu
hidup bermasyarakat dengan orang-orang di sekitarnya. Proses sosialisasi
dilakukan melalui belajar berperilaku dan memainkan peran sosial yang dapat
diterima masyarakat, serta mengembangkan sikap sosial sehingga akhirnya dapat
melakukan penyesuaian sosial. Kemampuan peserta didik bersosialisasi antara
lain dipengaruhi oleh kesempatan, waktu dan motivasi untuk bersosialisasi,
kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang dapat dimengerti, dan metode belajar
efektif serta bimbingan bersosialisasi.
Dalam perkembangan sosial peserta didik usia SD,
kelompok dan permainan anak memegang peranan penting. Melalui kegiatan kelompok
dan permainan, anak SD belajar bergaul dan bersosialisasi dengan anak-anak
lainnya. Agar dapat diterima dan tidak ditolak oleh kelompok dan permainan,
anak perlu mengadakan penyesuaian sosial. Untuk itu anak perlu mempelajari
berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan menjalin hubungan dengan orang
lain, menolong orang lain. Perkembangan sosial dapat menumbuhkan jiwa sosial
dan perhatian terhadap lingkungan tanpa ada tekanan karena perkembangan sosial
berkembang dengan baik.
Dengan
demikian, dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin
kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang
lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan
mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi
sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
Menjadi
orang yang mampu bermasyarakat memerlukan tiga proses sosial yang saling
berkaitan. Sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar
sosialisasi individu.
2. Karakteristik Perkembangan Sosial
Karakteristik dan ciri tingkah laku sosial anak SD
adalah minat terhadap kelompok makin besar, mulai mengurangi keikutsertaannya
pada aktivitas keluarga. Hal ini timbulnya geng-geng pada anak tingkat SD dalam
lingkungannya. Anak membentuk geng hanyalah untuk kesenangan bermain semata
bukan untu melakukan kekacauan. Dalam geng ini terdapat dua jenis yaitu geng
anak laki-laki dan geng anak wanita.
Perbedaan geng anak laki-laki yaitu tipe kegiatannya
lebih keras, bergejolak, dan bersifat petualangan seperti: main peperangan,
berkelana, mencari ikan, berburu burung, dan memanjat pohon. Sementara itu geng
anak wanita lebih nampak kelembutan dan hubungan social seperti: main di
sekitar rumah dengan permainan ringan yaitu main tali, main congkak, dan petak
umpet.
Pengaruh yang timbul pada keterampilan sosialisasi
anak diantaranya berikut ini: membantu anak untuk belajar bersama dengan orang
lain dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok. Membantu anak
mengembangkan nilai-nilai sosial yang cenderung lebih mementingkan orang lain
daripada kepentingan sendiri. Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri
dengan mendapatkan kepuasan emosional dari rasa berkawan. Anak akan melakukan
penilaian diri yang sangat mempengaruhi hubungan sosial mereka. Disamping itu
anak akan memberi penilaian tentang rasa senang dan tidak senangnya pada orang
lain. Menurut Hurlock mengemukakan ada beberapa pola perilaku dalam situasi
sosial pada awal masa anak-anak yaitu sebagai berikut: kerja sama, persaingan,
kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan,
sikap ramah, meniru, perilaku kedekatan.
3. Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial merupakan tingkah
laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan orang lain dan
kelompok sesuai dengan keinginan dari dalam dan tuntutan lingkungan. Dalam
penyesuaian sosial anak dilatih berperilaku yang positif agar disenangi dalam
lingkungannya. Perilaku social tersebut yaitu:
a. Persaingan yang baik
b. Kerjasama
c. Simpati
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
a. Keluarga
Faktor
Keluarga Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial
anak. Diantara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh
terhadap perkembangan social anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan: Status
sosial ekonomi keluarga Keutuhan keluarga. Sikap dan kebiasaan orang tua
b. Kematangan/pengalaman
faktor pengalaman awal yang
diterima anak. Pengalaman social awal sangat menentukan perilaku kepribadian
selanjutnya Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi
perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan akhir
anak-anak, Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai
anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan
mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan
sikap mereka
c. Pendidikan
Di
sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang
wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas
seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam belajar,
bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada
peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke
dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa
diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang
disiratkan dalam tiap pelajaran
5. Masalah-masalah yang Mungkin Muncul dalam Perkembangan
Sosial
1. Permasalahan Psiko-sosial
Permasalahan psikis berkaitan dengan psikologis anak, sedangkan
permasalahan sosial berkaitan dengan kemampuan anak dalam membangun interaksi
dengan lingkungannya, terutama teman sebayanya. Ada berbagai permasalahan psiko-sosial
yangsering dialami oleh anak usia dini yakni :
1)
Masalah Sosial-Emosi
Secara umum masalah sosial-emosi pada anak
ditunjukkan dengan tanda-tanda sebagai berikut :
a.
Sukar berhubungan dengan orang lain
b.
Mudah menangis
c.
Suka membangkang
d.
Sulit bergaul dengan teman sebayanya
e.
Mau menang sendiri
f.
Belum bisa mengikuti secar penuh aturan-aturan yang ada
2)
Agresivitas
Agresivitas adalah istilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan
marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan
secara fisik, verbal maupun dengan menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh
yang mengancam atau merendahkan (Rita Eka Izzaty:2005).
3)
Kecemasan
Kecemasan merupakan keadaan emosi yang tidak
menyenangkan yang meliputi interpretasi subyektif dan rangsangan fisiologis
(Ollendick dalam Rita Eka Izzaty : 2005), misalnya jantung berdetak lebih
cepat, keringat dingin, bernafas lebih cepat dan yang lain sebagainya.
4)
Ketakutan
Ketakutan merupakan suatu keadaan alamiah
karena merasa tidak aman terhadap suatu situasi tertentu. Bentuk-bentuk
ekspresi rasa takut bermacam-macam , misalnya jeritan, tangisan, bersembunyi
atau tidak mau lepas dari orangtuanya.
5)
Pemalu
Pemalu merupakan suatu keadaan dalam diri
seorang anak dimana anak sangat peduli terhadap penilaian orang lain terhadap
dirinya dan merasa cemas terhadap penilaian sosial tersebut, sehingga anak
lebih cenderung menarik diri.
DAFTAR PUSTAKA
Shinta. 2011. Perkembangan Estetika dan Sosial Anak Usia SD. diakses
tanggal 5 Mei 2015. http://www.slideshare.net/shinta1304/perkembangan-sosia;-anak-usia-sd
EmoticonEmoticon