Wednesday, May 6, 2015

Khutbah Jumat Wajib Berbahasa Arab atau Tidak



Khutbah Jumat Wajib Berbahasa Arab?
Dodi Rulianda (12100307)

Ada seorang teman yang mengatakan bahwa memang seharusnya khutbah itu disampaikan dalam bahasa Arab. Konon memang seperti itulah seharusnya, sebab khutbah Jumat itu bukan sekedar penyampaian ilmu semata, tetapi juga merupakan ritual ibadah mahdhah sebagai pengganti dua rakaat shalat yang hilang. Apa benar bahwa sejatinya khutbah Jumat itu harus menggunakan bahasa Arab?
Jumhur ulama dari Mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah umumnya sepakat mensyaratkan khutbah disampaikan dalam bahasa Arab, setidaknya dalam rukun-rukunnya. Sedangkan selain yang rukun dibolehkan untuk disampaikan dalam bahasa selain Arab, demi untuk bisa dipahami oleh para pendengarnya.
Mazhab (bahasa Arab: مذهب, madzhab) adalah istilah dari bahasa Arab, yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun abstrak. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama Islam, yang dinamakan mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian, kemudian orang yang menjalaninya dan menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-bagiannya, dibangun di atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
A. Mazhab Khutbah Disampaikan Dalam Bahasa Arab
1. Mazhab Al-Malikiyah : Wajib Berbahasa Arab
Mazhab ini mewajibkan khutbah Jumat disampaikan dalam bahasa Arab. Bahkan sampai mengatakan bila di suatu tempat tidak ada satu pun orang yang mampu menyampaikan khutbah dalam bahasa Arab, walaupun dengan membaca rukun-rukunnya saja, maka gugurlah kewajiban khutbah dan shalat Jumat.
Dan disyaratkan pula khatib memahami apa yang dibacanya dalam bahasa Arab itu, bukan sekedar bisa membunyikan saja.
2. Mazhab Asy-Syafi'iyah : Wajib Berbahasa Arab
Senada dengan mazhab Al-Malikiyah di atas, mazhab Asy-Syafi'iyah juga berfatwa tentang keharusan khutbah Jumat disampaikan dalam bahasa Arab.
Fatwa dalam mazhab ini menyebutkan apabila tidak ada khatib yang mampu menyampaikan khutbah dalam bahasa Arab, meski hanya rukun-rukunnya saja, maka wajiblah hukumnya bagi khatib tersebut untuk belajar bahasa Arab. Sehingga belajar bahasa Arab itu dalam mazhab ini hukumnya menjadi fardhu kifayah.
Dan apabila tidak seorang pun yang melakukan belajar bahasa Arab, maka semua jamaah ikut berdosa. Dan untuk itu gugurlah kewajiban shalat Jumat dan semua melakukan shalat Dzhuhur saja.
B. Dasar Pengambilan Hukum
Lalu apa dasar dan latar belakang jumhur ulama mengharuskan khutbah Jumat disampaikan dalam bahasa Arab, meski hanya rukunnya saja?
Dasarnya adalah ittiba' kepada yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan generasi penerusnya hingga 14 abad kemudian. Padahal boleh jadi khutbah itu disampaikan di luar negeri Arab, dimana mayoritas penduduknya tidak mengerti bahasa Arab.
Kebanyakan ulama memandang bahwa khutbah Jumat ini lebih merupakan ibadah ritual (ta'abbud), ketimbang bagaimana orang memahami isi pesan di dalamnya.
Alasannya karena khutbah Jumat tidak lain merupakan pengganti dari dua rakaat shalat Dzhuhur. Dan shalat itu wajib berbahasa Arab, sehingga khutbah pun wajib disampaikan dalam bahasa Arab, meski tidak satu pun dari hadirin memahami isi khutbah itu.
Lepas dari perbedaan pendapat antara yang mewajibkan khutbah berbahasa Arab dengan pendapat yang tidak mewajibkan, sebenarnya dalam prakteknya sehari-hari, yang kita lakukan selama ini sudah benar dilihat dari dua pihak.
Sebab mereka yang mewajibkan bahasa Arab menyebutkan bahwa minimal bahasa Arab itu digunakan pada rukun-rukun khutbah. Dan sejatinya, para khatib Jumat itu, meski kebanyakan tidak menguasai bahasa Arab, tetapi ketika mereka menyebutkan rukun-rukun khutbah, kebanyakan menyampaikannya dengan bahasa Arab.
Coba saja perhatikan, ketika membuka khutbah para khatib itu pasti memulai dengan lafadz hamdalah dan shalat kepada Nabi SAW. Umumnya kedua rukun ini disampaikan dalam bahasa Arab tanpa disadari.
Kemudian, rukun berikutnya adalah membacakan petikan ayat Al-Quran. Tentu saja pasti menggunakan bahasa Arab. Sebab akan menjadi tidak sah apabila khutbah tidak membacakan petikan ayat Al-Quran. Dan juga tidak sah kalau yang dibaca cuma terjemahannya saja. Dan para khatib biasanya amat fasih melantunkan ayat-ayat Al-Quran dalam bahasa Arab di dalam khutbah Jumat.
Dan rukun berikutnya adalah menyampaikan wasiat. Ini pun oleh para khataib juga disampaikan dalam bahasa Arab. Bukankah kita sering mendengar khatib membaca lafadz  Ittaqullaha haqqa tuqatihi. Nah, itu adalah wasiat atau pesan untuk bertaqwa dan disampaikan dalam bahasa Arab. Asalkan sudah baca lafadz itu, sebenarnya sudah cukup dan kewajiban menyampaikan wasiat sudah gugur.
Terakhir yang merupakan rukun khutbah Jumat adalah mendoakan umat Islam. Dan biasanya, semua khatib akan mengucapkan lafadz doa yang pasti kita hafal, Allahummaghfir lil muslimina wal muslimat. Tentu saja doa itu juga berbahasa Arab.
Jadi dengan demikian, sebenarnya semua rukun khutbah sudah tersampaikan dalam bahasa Arab sebagaimana pendapat jumhur ulama. Kalau pun kita berpegang kepada pendapat jumhur ulama, tidak ada satupun yang terlanggar.
Sumber Keterangan: Ahmad Sarwat, Lc. MA


EmoticonEmoticon