Tuesday, December 2, 2014

PRILAKU ADIL, RIDHA DAN AMAL SALEH



Assalamu'alaikum Wr Wb. Nah pada Postingan Kali ini adalah tentang PRILAKU ADIL, RIDHA DAN AMAL SALEH , bahan ini berdasarkan referensi dari buku cetak dan alamat web lain selamat membaca semoga bermanfaat. Terima kasih ^_^
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Teramat agung pribadi Rasulullah Muhammad Saw. Sehingga para sahabat yang di tanya oleh seorang badui tentang akhlak beliau saw. Hanya mampu menangis karena tak sanggup untuk menggambarkan betapa mulia akhlak beliau Saw. Beliau di utus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai suri tauladan yang baik sepanjang zaman.
Kehadiran Rasulullah Saw. Adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia lewat segala hal yang beliau contohkan kepada umat manusia. Beliau tidak pernah pandang buluh dalam hal menghargai manusia, penuh kasing sayang, tidak pernah mendendam, malahan beliau pernah menangis ketika mengetahui bahwa balasan kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala hingga menginginkan umat manusia untuk meng-esakan Allah Swt. Bab ini akan membahas tentang sunah rasulullah yaitu diantaranya adil, ridha dan beramal shaleh!

B.      Perumusan Masalah
1.      Bagaimana berperilaku adil ?
2.      Apa pengertian ridha ?
3.      Apa saja yang termasuk amal shaleh ?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui bagaimana berperilaku adil.
2.      Mengetahui pengertian ridha.
3.      Mengetahui apa saja yang termasuk  amal shaleh.


 BAB II
PEMBAHASAN
I.       Pengertian Perilaku Terpuji

Perilaku terpuji adalah segala sikap, ucapan dan perbuatan yang baik sesuai ajaran Islam. Kendatipun manusia menilai baik, namun apabila tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka hal itu tetap tidak baik. Sebailiknya, walaupun manusia menilai kurang baik, apabila Islammeyatakan baik, maka hal itu tetap baik.
Kita sebagai umatnya tentunya ingin dapat mengikuti apa yang terjadi tuntutan rasulullah dalam kehidupan sehari-hari sebagai suritauladan manusia.
Orang yang baik akhlaknya tentunya didalam pergaulan sehari-hari akan senantiasa dicintai oleh sesama, dan tentunya mereka kelak dihari kiamat akan masuk surga bersama dengan nabi saw. Sebagaimana beliau bersabda dalam hadisnya yang artinya sebagai berikut:
Sesungguhnya (orang) yang paling aku cintai diantara kalian dan orang yang paling dekat tempatnya dariku pada hari kiamat adalah oarang yang paling baik budi pekertinya diantara kalian”.
Harta yang banyak, pangkat yang tinggi atau dimilikinya beberapa gelar kesarjanaan tak mampu mengangkat derajat manusia tanpa dimilikinya akhlak terpuji.
Islam hadir dimuka bumi sebenarnya sangat mengedepankan akhlak terpuji, karena Rasulullah saw. sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak sebagaimana sabdanya sebagai berikut:
اِنَّماَ بُعِثْتُ لِؤُتَمِّمَ مَكَأرِمَ اْلأَخْلاَقْ
Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak”.
Alangkah indahnya ajaran Islam yang memerintahkan untuk berakhlakul karimah. Jika hidup kita dihiasi dengan ahklak terpuji tentunya akan dicintai oleh Allah awt dan masyarakatnya akan menjadi baik, temteram dan damai.

 
A.    Adil
Adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau  menyamakan sesuatu dengan yang lain. Istilah lain dari al-‘adl adalah al-qist, dan al misl (sama bagian atau semisal).
Yang dimaksud adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Seseorang dikatakan adil jika berlaku jujur terhadap sesamanya sebagaimana terhadap dirinya sendiri.
Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al Quran, kata ‘adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat 49:9).
Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama. Keberpihakan karena faktor-faktor terakhir—bukan berdasarkan pada kebenaran– dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa nafsu dan itu dilarang keras (QS An Nisa’ 4:135). Dengan sangat jelas Allah menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah 5:8).
Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama Islam adalah membentuk masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh alam –rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya’ 21:107). Ayat ini memiliki sejumlah konsekuensi bagi seorang muslim:
Pertama, seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat , kaya dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan masalah hukum (QS An Nisa’ 4:135).
Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit.
Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, status jabatan ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang muslim wajib menegakkan keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada; baik sebagai hakim, jaksa, polisi maupun saksi.
Ketiga, di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang muslim harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang berbeda agama, suku dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk belajar (QS Yusuf 16:109) serta dengan bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka. Pada saat yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu mengkritisi tradisi atau perilaku negatif yang dilakukan umat Islam.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang berperilaku adil akan memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi di hadapan manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah Allah (Qs Asy Syuro 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al A’raf 7:159).
Perilaku adil, sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket untuk mendapat kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang lain (QS Ali Imran 3:104). Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi antara perilaku dan perkataan (QS As Saff 61:3).

B.     Ridha
Dalam bahasa sehari-hari ridha sering diartikan rela. Ridha berasal dari bahasa arab, yaitu radhiya-yardha yang artinya menerima suatu perkara dengan lapang dada, tanpa merasa kecewa ataupun tertekan menurut istilah, ridha berkaitan dengan keimanan yang terbagi menjadi dua macam, pertama, ridha Allah Swt kepada hamba-Nya dan rida hamba kepada Allah. Walaupun ketentuan Allah tidak sesuai dengan keinginan kita dan kadang membawa kita pada kesedihan.
Karena kadang realita kehidupan memang ada yang membawa kita pada kekecewaan dan kesedihan. Tapi kalau kita bisa ridha menerima semuanya dan mengembalikan semua kejadian pada Penguasa Segala Kejadian (Allah), maka kita akan terbebas dari rasa kekecewaan dan kesedihan hingga kita pun bisa berlapang dada menerima kenyataan hidup, ridha menerima ketentuan-Nya. Karena sesungguhnya, tidak ada ketentuan-Nya yang buruk, semua pasti ada hikmahnya, hanya saja memang kadang butuh waktu bagi kita untuk memahami, hikmah apa yang terkandung dalam setiap ketentuan-Nya.
Dalam hadits atha’, Ibnu Abbas berkata: Ketika Rasulullah SAW menemui sahabat – sahabat Anshor, Beliau bersabda: ”apakah kamu orang – orang mukmin?” , lalu mereka diam, maka berkatalah Umar : “ Ya, Rasulullah”. Beliau SAW bersabda lagi: “ apakah tanda keimananmu?”, mereka berkata: “ kami bersyukur menghadapi kelapangan, bersabar menghadapi bencana, dan ridha dengan qada’ ketentuan Allah”, kemudian Nabi SAW bersabda lagi:”Orang- orang mukmin yang benar, demi Tuhan Ka’ba”.
Dalam hadits diatas diterangkan dengan jelas bahwa ridha merupakan tanda dari keimanan seseorang, ridha adalah suatu maqam mulia karena didalamnya terhimpun tawakal dan sabar.
Namun kadang ada orang yang salah persepsi dalam memahami ridha dengan suatu pengertian pasrah tanpa usaha. Padahal menyerah pasrah dalam suatu keadaan, yang berupa pasrah secara total tanpa usaha sama sekali, tanpa ikhtiar sedkitpun untuk mencari jalan keluar, adalah pemahaman yang salah dari ridha. Karena ridha  bukan berarti menerima begitu saja segala hal yang menimpa kita tanpa ada usaha sedikit pun untuk mengubahnya.
Ridha tidak sama dengan pasrah. Ketika sesuatu yang tidak diinginkan datang menimpa kita, kita memang dituntut untuk ridha menerimanya. Dalam pengertian kita meyakini bahwa apa yang telah menimpa kita itu adalah takdir yang telah Allah tetapkan untuk kita, namun kita tetap dituntut untuk berusaha. Allah berfirman, ”…..Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…..” (QS Ar Ra’d  ayat 11).
Jadi, ridha menuntut adanya usaha aktif, dan itu sangat berbeda dengan sikap pasrah yang menerima kenyataan begitu saja tanpa ada usaha untuk mengubahnya. Walaupun di dalam ridha terdapat makna yang hampir sama dengan pasrah yaitu menerima dengan lapang dada suatu perkara, namun di dalam ridha dituntut adanya usaha untuk mengubah kondisi yang ada, misalnya saat kita sakit, kita wajib berusaha dan berikhtiar untuk sembuh dengan cara berobat.
Berikut beberapa keutamaan ridha dalam Al Quran.
Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka dan berkata “cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang uyang berharap kepada Allah” (tentunya yang demikian itu lebih baik bagi mereka)  (QS. At Taubah ayat 59).
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (QS.Al bayyinah ayat 8)  .
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepda Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya selama-lamanya. Mereka kekal didalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah ayat 100). “….Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS. Al Mujaadilah ayat 22).
Ridha Allah kepada hamba-Nya adalah berupa tambahan kenikmatan, pahala, dan ditinggikan derajat kemuliaannya. Sedangkan ridha seorang hamba kepada Allah mempunyai arti menerima dengan sepenuh hati aturan dan ketetapan Allah. Menerima aturan Allah ialah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Adapun menerima ketetapannya adalah dengan cara bersyukur ketika mendapatkan nikmat dan bersabar ketika ditimpa musibah.
Ciri-ciri prilaku yang mencerminkan sikap ridha sebagai berikut.
1.      Menerima hasil usaha kita dengan penuh kesabaran dan tawakal terhadap Allah Swt.
2.      Ridha terhadap pemberian Allah Swt.
3.      Ridha dalam menjalankan perintah baik dari Allah Swt, orang tua, dan orang di sekitar kita.


 C.    Amal Salih
Amal artinya pekerjaan, perbuatan, kegiatan. Shaleh artinya baik, bagus, positif, membangun. Perbuatan yang baik adalah amal shaleh, perbuatan membangun amal shaleh. Lawannya fasad, merusak, membahayakan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, amal diartikan sebagai perbuatan (baik atau buruk). Secara istilah, amal saleh berarti perbuatan sungguh- sungguh dalam menjalankan ibadah ataupun menunaikan kewajiban agama yang dilakukan dalam bentuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia.contoh mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo dan anak yatim piatu.
     Dalam al-Qur’an banyak dijumpai perkataan amal dengan berbagai bentuknya yaitu ‘amila, a’mala, ta’malun, ya’malun, ‘amilun, ‘amalus-salihat, dan ‘amalus-syyari’at.

1.      Karakteristik Amal Saleh
Orang yang hidup pada zaman pra-islam mempunyai anggapan bahwa kekayaan, keturunan, kedudukan, dan bermacam-macam kelebihan duniawi lainnya menjadi faktor yang akan menentukan keadaan seseorang.
Agama islam membawa satu ajaran (dokrin) bahwa keturunan, pangkat, kedudukan yang tinggi, dan kekayaan yang bayak , semua itu tidak mendatangkan keuntungan, terutama untuk kehidupan di akhirat kelak. Satu-satunya yang memberikan faedah ialah amal saleh, yakni perbuatan baik.
Secara umum, pengelompokan amal itu terbagi dua, yaitu amal saleh (amal yang baik) dan ‘amalus sayyi’ah (amal yang buruk). Amal saleh ialah segala perbuatan kebbijakan yang mendatangkan manfaat untuk diri sendiri, keluarga, bangsa, dan manusia seluruhnya, baik berupa perbuatan, ucapan, maupun sikap.bahkan melakukan suatu perbuatan yang dilarang Alloh, itu pun termasuk amal saleh.

2.       Nilai Positif Amal Saleh
Dalam Al-Qur’an, banyak diuraikan hasil (buah) dari amal saleh, baik didunia maupun diakhirat, yaitu:
a.       Rezeki yang baik (al-Hajj/22:50);
b.      Derajat yang tinggi (Taha/20:75);
c.       Keberuntungan (al-Qasas/28:67);
d.      Keadilan (Yunus/10:4);
e.       Keluar dari kegelapan (at-Talaq/65:11);
f.       Rahmat dan cinta (al-Jasiyah/45:30);
g.      Hilang perasaan takut (Taha/20:112);
h.      Pahala yang cukup (Alli ‘Imran/3:57);
i.        AmpunanIlahi (Fatir/3:57);
j.        Kehidupan di surga (al-Mu’minun/23:40).

3.      Membiasakan Amal Saleh
Setiap amal saleh, harus didasari niat yang suci dan ikhlas. Jangan sampai seorang yang beramal memiliki niat yang salah, ada udang dibalik madu. Misal, mengharap kedudukan,pujian, atau keuntungan yang lain-lain.
Berusaha atau beramal, pada umumnya tidak memandang ruang dan waktu serta tidak hanya pada saat yang lapang. Dalam situasi apa pun, kita tidak menyianyiakan untuk beramal atau berusaha. Walaupun hasil amal itu belum tampak sekarang, hal itu tidak boleh menjadikan kita malas beramal.
Contoh amal saleh adalah sebagai berikut, diantaranya :
1.      Selalu belajar dan bekerja keras dengan niat Lillah ta’ala/ karena Allah.
2.      Selalu melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Seperti, shalat zakat, dan puasa.
3.      Berbakti kepada orang tua.
4.      Melakasanakan perintah guru.


 BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Sebagai sesama makhluk hidup kita harus berperilaku adil terhadap siapapun dan jangan berperilaku diskriminasi yang dapat merugikan pihak lain. Kita harus bersikap ridha yaitu rela memerima apapun yang di berikan Tuhan terhadap kita dengan suci hati atau mengerjakan sesuatu, tanpa ada paksaan atau terbebani. Banyak-banyaklah beramal shaleh, karena ada 3 ibadah kita yang akan di bawa mati yaitu salah satunya adalah amal shaleh atau sodaqoh jariah. Keadilan berarti suatu perbuatan yang berusaha meletakkan sesuatu pada tempatnya, atas dasar kebenaran, bukan mengikuti kehendak  nafsunya. Keutamaan keadilan adalah dapat mendekatkan manusia kepada takwa dan menghindarkan manusia dari pertikaian dan perpecahan, serta doanya dapat diterima oleh Allah.  Sabar (tabah) adalah tahan menderita menghadapi yang tidak disenangi dengan ridha dan menyerahkan diri kepada Alla SWT.


DAFTAR PUSTAKA


EmoticonEmoticon