Friday, June 6, 2014

KAJIAN SOSIOLINGUISTIK DIALEK SUMATERA (MINANG) DENGAN BAHASA INDONESIA



PEMBAHASAN
KAJIAN SOSIOLINGUISTIK DIALEK SUMATERA
 (MINANG) DENGAN BAHASA INDONESIA


A.    SEJARAH PENAMAAN MINANG KABAU DAN DIALEKNYA 
      1.      Asal Usul Penamaan Minang Kabau Sebagai Sebuah Suku
Alkisah pada masa lalu Ranah Minangkabau mendapat ancaman serangan dari kerajaan yang kuat dari daerah Jawa. Untuk menghindari pertempuran fisik yang pasti banyak memakan korban, orang Minangkabau melakukan diplomasi dan mengusulkan agar peperangan tersebut diganti dengan adu kerbau. Usul tersebut disetujui oleh raja dari Jawa, kemudian dikirimlah kerbau yang besar dan perkasa. Dari Minangkabau disiapkan anak kerbau tetapi yang kehausan dan di tanduknya dipasang taji.
Saat dimulai pertarungan, ketika anak kerbau yang masih kecil itu menoleh ke kerbau dari Jawa, serta merta menyeruduk perut lawannya yang dikira ibunya dan menikam kerbau dari Jawa  hingga mati. Raja Jawa mengakui kemenangan ini dan akhirnya mengurungi niatnya untuk menyerang Minangkabau. Sejak itulah orang Minangkabau konon memakai nama Minangkabau yang berarti Menang Dalam Pertandingan Kerbau sebagai identitas budayanya.

 Suku Minangkabau memang mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan hewan ternak berkaki empat yang disebut kerbau. Itu antara lain terlihat pada berbagai identitas budaya Minang, seperti atap rumah tradisional mereka (Rumah Bogonjong). Rumah adat yang kerap disebut juga Rumah Gadang itu berbentuk seperti tanduk kerbau. Begitu pula pada pakaian wanitanya (Baju Tanduak Kabau).
      Sudah beratus-ratus tahun lamanya kerbau menjadi salah satu hewan terfavorit di Provinsi Sumbar. Badan kerbau yang besar dan kekar dianggap mampu membantu berbagai macam pekerjaan manusia. Salah satu pekerjaan kuno yang dikerjakan dengan bantuan tenaga kerbau adalah menggiling tebu. Dengan alat sederhana, sang kerbau diikat di sebilah bambu yang terhubung pada alat pemeras tebu tradisional. Selama delapan jam bekerja, sang kerbau terus-menerus berputar mengelilingi alat pemeras. Uniknya, agar sang kerbau tidak pusing kepala, mata hewan itu ditutup dengan dua buah batok kelapa yang dilapisi kain.
Air tebu hasil perasan sang kerbau itulah yang kemudian menjadi cikal bakal pembuatan gula merah tradisional. Masyarakat Minang percaya gula merah hasil kerja keras sang kerbau lebih gurih ketimbang dari alat modern.

      2.      Keterkaitan Bahasa Dengan Struktur Sosial
Di beberapa daerah, bahasa mempunyai keterkaitan dengan struktur sosial.Bahasa turut memperkuat stratifikasi sosial yang sudah tertata dalam sistem sosial masyarakat tertentu. Orang tidak serta merta menggunakan bahasa yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari jika mereka berkomunikasi dengan orang atau kelompok yang dinilainya memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi, maka mereka akan menggunakan bahasa yang dinilai lebih sopan dan lebih halus.contohnya saja bahasa jawa yang mempunyai tingkatan-tingkatan bahasa.
Adapun di daerah sumatera barat yang menganut suku minang, tidak erdapat tingkatan-tingkatan bahasa. Komunikasi antar sesama menggunakan bahasa yang biasa, yang membedakan hanyalah pada nada dan pilihan kata saja. Misalnya  seorang laki-laki berbicara kepada laki-laki lainnya yang sebaya, akan menggunakan kata “ang”, yang artinya adalah kamu. Hal yang demikian adalah lumrah. Lain halnya, ketika kita berbicara kepada orang yaang memiliki strata sosial yang lebih tinggi dalam adat. Seseorang tidak boleh menggunakan kata “ang”, atau memanggil namanya, melainkan dia harus menyebut gelar yang dimilikinya. Misalnya datuk papatiah nan sabatang.
Di dalam adat minang kabau, apabila seorang laki-laki telah mempunyai gelar, maka orang lain akan memanggilnya dengan menyebut gelar itu, kecuali memang orang yang tidak tahu bahwa dia telah mempunyai gelar. Jika ada orang sekitar yang masih memanggilnya dengan nama aslinya, biasanya akan dikenakan denda dengan kerbau yang disembelih.

3.      Aturan Dialek Bahasa Minang
Bahasa di daerah minang mempunyai dialek khusus yang sangat berbeda dengan daerah lain. Umumnya setiap kata yang di ucapkan hampir mempunyai kemiripan dengan bahasa indonesia. Hanya saja pada beberapa kata ada yang di tambah, dan diganti. Aturan umumnya adalah sebagai berikut:
a.       Untuk kata yang terdiri dari 3, 4, huruf yang mana jika huruf terakhirnya adalah huruf vokal a, maka biasanya di ganti dengan huruf o. Contoh pada kata iya menjadi “iyo”, apa menjadi apo, ada menjadi ado, dan kata yng lainnya. Adapun contoh kata yang terdiri dari 4 huruf yaitu kita menjadi kito.
b.      Untuk kata yang terdiri dari 6 huruf, yang huruf kedua dari kata itu adalah e biasanya diganti dengan a, dan huruf akhir dari kata tersebut adalah a, diganti dengan o. Contoh kata mengapa menjadi mangapo, kemana menjadi kamano.
c.       Untuk kata yang akhirannya uk dan uh, biasanya ditambah dengan a, menjadi uah, uak. Contoh pada kata sepuluh menjadi sapuluah, jauh menjadi jauah, duduk menjadi duduak.
d.      Untuk kata yang berakhiran at, biasanya di ganti dengan ek. Contoh kata empat menjadi ampek, dekat menjadi dakek, tempat menjadi tampek.
4.     Persamaan Kata dengan Suku Lain
              Di antara persamaan yang terjadi antara suku minang dan suku jawa yaitu:

Lombok           : cabe, antara basah dan kering
Boto                : batu bata, botol
Golok              : parang, mendung
Urang              : udang, orang
Bali                  : pulang, beli
Godok             : rebus, sejenis makanan
Bulek               : tante, bulat
Abang             : merah, kakak laki-laki
Bedo               : berbeda, susah
Piti                   : tempat nasi, uang
Jago                 : ayam jantan, bangun

5.      Kaitan Bahasa dan Mitos Masyarakat
Banyak mitos yang beredar di masyarakat, seperti:
a.       “Ndak elok manangih di muko nasi, beko nasinyo bisa tabang”
(tidak boleh menangis di depan nasi, nanti nasinya bisa terbang)
b.      “Ndak elok mambaco buku di wakotu maghrib, beko mato bisa buto”
(tidak boleh membaca ketika waktu maghrib, nanti matanya bisa buta).

6.      Kirata Bahasa dan Salah Pemahaman Dalam Berbahasa
            Kirata bahasa adalah akronim dari benda yang disebutkan atau kata yang dimaksudkan. Akronim di dalam bahasa minang sendiri tidak ada. Adapun salah pemahaman bahasa adakalanya terjadi antara suku yang berbeda. Contoh kasus :
Pada suatu ketika, Buyuang pulang dari sawah sudah agak larut malam, jalan manuju rumahnya  agak sedikit gelap , singkat cerita pulanglah Buyuang sambil bernyanyi-nyanyi “kutang barendo” penghilang rasa cemas karena pulang sendiri saja hari tu..
Tibo dijalan satapak, Buyuang indak lalu ditampek biaso yang inyo lewati dek lah malam bana hari tu. Biaso ambiak jalan kanan, babeloklah inyo kakiri, sadang lamak bajalan basobok lah si Buyuang dengan si Paijo urang Jawa nan tu..
Mancaliak si Buyuang barantilah si Paijo dengan baju agak kumuah saketek.
Dengan percaya diri,disaponyolah si Buyuang tadi.. “Mas, awas hati-hati didepan kolam”, kecek si Paijo lo ka si Buyuang..
“Apo, kolam..?” Kecek waang aden takuik jo kolam..? “Alun tau waang sia aden lai…” kecek si Buyuang lo..
“Mari mas”, Paijo sambil tersenyum kedian pergi..
“Heh..itu sajo takuik pulo”, .. si Buyuang sambil maumpek-umpek dihati terus berjalan…
Tak lama kemudian…
Bruuu..kkkk…Gedubrak..Byur… Masuaklah si Buyuang tadi kadalam kolam…
Mandanga si Buyuang jatuah, babaliaklah si Paijo tadi.. “Wealah piye toh Mas…tadi tak omongin didepan ada kolam..ga mau denger.. ” ujar Paijo kepada Buyuang
“Eh, kurang aja waang ko, kecekan lah tadi ado Tobek dimuko…”

7.      Bahasa Pujian dan Bahasa Ejekan
Contoh bahasa pujian yang biasa digunakan di daerah minang
adalah “rancak bana” (bagus banget), dan kata “elok”. Adapun bahasa ejekan yang di gunakan adalah:
a.       Pantek, adalah bahasa ejekan yang paling kasar di daerah minang. Dan biasanya orang yang menyebut kata itu menandakan bahwa iya memang marah sekali.
b.      Anjiang, juga termasuk kata yang sangat kasar bila diucapkan.
c.       Pak ang, mak ang, atau pak kau, mak kau.
d.      Kurang aja.

8.      Upaya Pemerintah dalam Melestarikan Bahasa Minang
Untuk melestarikan bahasa minang sebagai bahasa daerah, dilakukan beberapa upaya seperti :
a.       Dari pihak pemerintah sendiri, upaya yang dilakukan adalah dengan menjadikan bahasa daerah sebagai matapelajaran muatan lokal, dimulai dari kelas 4 SD, dilanjutkan tingkat SMP/MTs, dan tingkat SMA/MA, yang lebih dikenal dengan mata pelajaran BAMK (Budaya Alam Minang Kabau).
b.      Membuat siaran radio yang seluruhnya berbahasa minang.
c.       Menjadikan bahasa minang sebagai bahasa pengantar dalam beberapa upacara adat.
Bahasa Minangkabau atau Baso Minang adalah salah satu anak cabang bahasa Austronesia yang dituturkan khususnya di wilayah Sumatra Barat, bagian barat propinsi Riau serta tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia.
Terdapat dua kontroversi mengenai Bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu. Sebagian pakar bahasa menganggap bahasa ini sebagai dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan didalamnya. Sedangkan yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu.
Daerah sebar tutur
Secara historis, daerah sebar tutur Bahasa Minangkabau meliputi bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berpusat di Batusangkar, Sumatra Barat. Batas-batasnya biasa dinyatakan dalam ungkapan Minang berikut ini:
Dari Sikilang Aia Bangih
hingga Taratak Aia Hitam.
Dari Durian Ditakuak Rajo
hingga Sialang Balantak Basi.
Sikilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di daerah Pasaman Barat, berbatasan dengan Natal, Sumatera Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu. DurianDitakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir, Sialang.
Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, RiausekarangBahasa Minangkabau juga menjadi bahasa lingua franca di kawasan pantai barat Sumatra Utara, bahkan menjangkau jauh hingga pesisir barat Aceh. Di Aceh, penutur bahasa ini disebut sebagai Aneuk Jamee. Selain itu, bahasa Minangkabau juga dituturkan oleh masyarakat Negeri Sembilan, Malaysia yang nenek moyangnya merupakan pendatang asal ranah Minang sejak berabad-abad silam.
Dialek
Dialek bahasa Minangkabau sangat bervariasi, bahkan antar kampung yang dipisahkan oleh sungai sekalipun sudah mempunyai dialek yang berbeda. Perbedaan terbesar adalah dialek yang dituturkan di kawasan Pesisir Selatan dan dialek di wilayah Muko-Muko, Bengkulu.
Selain itu dialek bahasa Minangkabau juga dituturkan di Negeri Sembilan, Malaysia dan yang disebut sebagai Aneuk Jamee di Aceh, terutama di wilayah Aceh Barat Daya dan Aceh Selatan.
Berikut ini adalah perbandingan perbedaan antara beberapa dialek antara bahasa minang antara suatu daerah dengan daerah lain di minang kabau dan dengan bahasa melayu/Indonesia:
Bahasa Indonesia/ Bahasa Melayu: Apa katanya kepadamu?
Bahasa Minangkabau “baku” : A keceknyo jo kau?
Padang Panjang : Apo keceknyo ka kau?
Pariaman : A kate e bakeh kau?
Ludai : A kecek o ka rau?
Sungai Batang : Ea janyo ke kau?
Kurai : A jano kale gau?
Kuranji : Apo kecek e ka kau?
Untuk komunikasi antar penutur bahasa Minangkabau yang sedemikian beragam ini, akhirnya dipergunakanlah dialek Padang sebagai bahasa baku Minangkabau atau disebut Baso Padang atau Baso Urang Awak. Bahasa Minangkabau dialek Padang inilah yang menjadi acuan baku (standar) dalam menguasai bahasa Minangkabau.
Contoh
Bahasa Minangkabau: Sarang kayu di rimbo tak samo tinggi, kok kunun manusia
Bahasa Indonesia: Pohon di rimba tidak sama tinggi, apa lagi manusia
Bahasa Minangkabau: Co a koncek baranang co itu inyo
Bahasa Indonesia : Dia berenang seperti katak
Bahasa Indonesia : Tidak boleh membuang sampah di sini!
Bahasa Minangkabau: A tu nan ka karajo ang?
Bahasa Indonesia : Apa yang akan kamu kerjakan?
Karya sastra
Karya sastra tradisional berbahasa Minang memiliki persamaan bentuk dengan karya sastra tradisional berbahasa Melayu pada umumnya, yaitu berbentuk pantun, cerita rakyat, hikayat nenek moyang (tambo) dan adat-istiadat Minangkabau. Penyampaiannya biasanya dilakukan dalam bentuk cerita (kaba) atau dinyanyikan (dendang).
Perbandingan dengan Bahasa Melayu/Indonesia
Orang Minangkabau umumnya berpendapat banyak persamaan antara Bahasa Minangkabau dengan Bahasa Melayu/Indonesia. M. Rusli dalam Peladjaran Bahasa Minangkabau menyebutkan pada pokoknya perbedaan antara Bahasa Minangkabau dan Bahasa Indonesia adalah pada perbedaan lafal, selain perbedaan beberapa kata.
Contoh-contoh perbedaan lafal Bahasa Melayu/Indonesia dan Bahasa Minangkabau adalah sebagai berikut:
• ut-uik, contoh: rumput-rumpuik
• us-uih, contoh: putus -putuih
• at-aik, contoh: adat-adaik
• al/ar-a, contoh: jual-jua, kabar-kaba
• e-a, contoh: beban-baban
• a-o, contoh: kuda-kudo
• awalan ter-, ber-, per- menjadi ta-, ba-, pa-. Contoh: berlari,termakan, perdalam (Bahasa Melayu/Indonesia) menjadi balari, tamakan,
• padalam (Bahasa Minangkabau)
“Padang Anyuik”. Ini adalah istilah saya bagi mereka yang orang tuanya perantau asal Minang, tetapi anak2nya tidak lancar lagi bicara Minang. Mereka bilang kalau orang tuanya lagi marah di rumah, tetap saja marah pakai bahasa Minang. Tetapi tidak tahu kenap, sejak dulu saya tetap tidak bisa bicara bahasa Minang dengan “Padang Sasek”, istilah saya bagi orang non Muslim yang kebetulan lahir, besar atau pernah lama di
B.     Ranah Minang / Riau. Didaktika bahasa minang: PERSOALAN RAGAM DAN KONOTASI BAHASA
Bahasa adalah sistem lambang bunyi, dikeluarkan oleh alat ucap dan bersifat konfensional. Pengertian defenisi bahasa di atas dapat kita pahami bahwa bahasa adalah sebuah produk kebudayaan suatu masyarakat didasarkan situasi dan kondisi pemaknaan dan disepakati secara bersama oleh masyarakat lainnya dalam satu lingkup kebudayaan. Kebebasan memaknai sesuatu oleh suatu kelompok masyarakat dibatasi dengan kesepakatan bersama dalam pemakaiannya, jadi bisa dikatakan bahwa sesuatu yang dikategorikan dengan bahasa sangat bergantung pada kesepatakan dari masyarakat penuturnya.
Perkembangan pola pikir serta meningkatnya kebutuhan hidup manusia akan kebutuhan-kebutuhan primer maupun sekunder, yang sudah barang tentu banyak menghadirkan perubahan-perubahan, merupakan faktor utama yang melatarbelakangi perubahan suatu bahasa. Bahasa-bahasa lama yang dulu banyak dipergunakan, lambat laun ditinggalkan oleh masyarakat penuturnya, dan pada akhirnya hilang, digantikan dengan bentuk bahasa lainnya. Akibat yang ditimbulkan dari perkembangan tersebut tidak saja berpengaruh pada jumlah -apabila didasarkan ata kuantitas- penutur, namun juga terjadi pergeseran
pada nilai-nilai normatif yang terkandung dalam adat istiadat, oleh masyarakat penutur bahasa tersebut.
Bahasa Minangkabau sebagai salah satu bentuk bahasa etnik, bukan tidak mengalami perubahan, atau yang lebih tepat apabila kita namai dengan krisis eksistensional.
Di tengah-tengah masyarakat penuturnya, yang berjumlah lebih kurang empat belas juta jiwa tersebut, bahasa Minangkabau cenderung dikesampingkan atau dinomorduakan. Hal tersebut terjadi tak lain karena sebagian besar penutur bahasa Minangkabau merasa “minder” apabila berbahasa Minang.mungkin bisa lancar dengan bahasa gaulnya atau membuat ketawa para pendengarnya Alhasil, perkembangan bahasa Minang kini, turut mempengaruhi pola hidup serta pola kebudayaan masyarakat Minang itu sendiri.
C.     RAGAM BAHASA MINANGKABAU
Dalam Bahasa Minang terdapat empat ragam bahasa, yang mempengaruhi dan sangat bergantung pada situasi dan kondisi pada saat bahasa tersebut akan dipergunakan. Keempat ragam bahasa tersebut, antara lain:
• . Ragam Bahasa Adat,
• . Ragam Bahasa Surau,
• . Ragam Bahasa Parewa,
• . Ragam Bahasa Biasa.
Ragam bahasa adat, biasanya banyak dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan adat. Dalam ragam ini mengandung, petatah petitih, pantun adat, mamangan dan bentuk-bentuk bahasa kias lainnya. Ragam bahasa ini tertuang dalam pidato adat –pasambahan– para penghulu, ninik mamak, serta tokoh-tokoh adat lainnya.
“…di awal kato nan sapatah, menjadi ujuik jo makasuik, nan sarapak papeknyolah. Beliau nan hadir di ateh rumah nanko. Indak dibilang ka diator, hanyo pambilang ka paatok, pambilang pamuliakan sambah…”
Ragam bahasa Surau, merupakan suatu bentuk bahasa yang banyak dipergunakan oleh para ulama. Ragam ini dapat ditemui dalam setiap aktivitas keagamaan di surau. Perbedaannya dengan ragam bahasa adat, ragam bahasa surau ini banyak mengandung ajaran-ajaran agama, dan juga banyak dipengaruhi unsur-unsur serapan dalam bahasa arab.
“…sesuatu barang, nan kito tamui secaro indak sengajo, itu hukumnyo dalam islam adalah subhat. Artinyo labiah dakek kepado haram dari halalnyo. Andaikato suatu saat kito menemukan urang nan punyo barang tersebut, heloklah kito batarus terang kepadonyo, mintak ke ridhoan urang tasabut, Isnya Allah, Tuhan akan mengampuni doso kito…”
Ragam Bahasa ketiga yakni, ragam bahasa parewa. Ragam bahasa ini dipergunakan oleh kaum muda (parewa), dalam berkomunikasi antar sesama. Ragam bahasa ini memiliki ciri-ciri, antara lain: bahasanya sedikit kotor, kasar, dan tak jarang juga muncul bahasa-bahasa sindiran.
“…apo nan ang baok tu?” “tep oto, sia kiro-kiro nan namuah mambalinyo, yo?”“tep oto sia nan ang cilok tu, angku lai, ndak tapikia sansai urang tuo manggadangkan ang!”
Ragam bahasa yang keempat, yakni, ragam biasa, atau juga bisa disebut sebagai bahasa Minang umum. Dikatakan biasa karena, ragam ini biasa dipergunakan oleh masyarakat Minang dalam bertutur atau berkomunikasi. Ciri khas dari ragam ini, yakni tidak kentaranya dialek yang dipergunakan oleh si penutur bahasa Minang. Arti yang lebih implisit dari kondisi ini adalah ragam inilah yang sering dipergunakan oleh orang Minang (dari berbagai daerah) dalam bekomunikasi antar sesama orang Minang, walau pada prinsipnya mereka berbeda daerah dan dialek.
“ka pai kama angku kini?” “ambo ka pai ka rumah buya, ado paralu jo buya.” “apo makasuik ka rumah buya, tuh”“indak ado, doh, cuman ambo dulu pernah banazar, kini ambo ka mambayianyo” konotasi bahasa bur dilarang diucapkan untuk kondisi ini, karena jika aturan itu dilanggar dipercaya akan ada balasan yang setimpal bagi yang mengatakannya, saat itu juga.
Demikianlah ragam dan konotasi bahasa yang terdapat dalam bahasa Minangkabau. Saat ini, sesuai dengan perubahan zaman, bahasa Minangkabau berkembang ke arah yang tidak lagi memandang aturan adat tradisi. Oleh karena itu, masalah ini sudah sepatutnya mendapat perhatian yang lebih serius, mengingat perkembangan generasi muda Minang saat ini telah jauh dari norma-norma budaya Minangkabau tersebut. Bahasa adalah cermin sebuah bangsa, baik dan buruknya.
D.    PERBANDINGAN BAHASA MINANG DENGAN BAHASA MELAYU/INDONESIA
Orang Minangkabau umumnya berpendapat banyak persamaan antara Bahasa Minangkabau dengan Bahasa Melayu/Indonesia. M. Rusli dalam Pelajaran Bahasa Minangkabau menyebutkan pada pokoknya perbedaan antara Bahasa Minangkabau dan Bahasa Indonesia adalah pada perbedaan lafal, selain perbedaan beberapa kata. Bahasa-bahasa lama yang dulu banyak dipergunakan, lambat laun ditinggalkan oleh masyarakat penuturnya, dan pada akhirnya hilang, digantikan dengan bentuk bahasa lainnya. Akibat yang ditimbulkan dari perkembangan tersebut tidak saja berpengaruh pada jumlah -apabila didasarkan ata kuantitas- penutur, namun juga terjadi pergeseran pada nilai-nilai normatif yang terkandung dalam adat istiadat, oleh masyarakat penutur bahasa tersebut.
Contoh-contoh perbedaan lafal Bahasa Melayu/Indonesia dan Bahasa Minangkabau adalah sebagai berikut;
• ut-uik, contoh: rumput-rumpuik
• us-uih, contoh: putus –putuih
• at-aik, contoh: adat-adaik
• al/ar-a, contoh: jual-jua, kabar-kaba
• a-o, contoh: kuda-kudo
• awalan ter-, ber-, per- menjadi ta-, ba-, pa-. Contoh: berlari, termakan, perdalam (Bahasa Melayu/Indonesia) menjadi balari, tamakan, padalam (Bahasa Minangkabau)
BAHASA MELAYU/ INDONESIA+MINANG
Bagaimana jika bahasa minang dan bahasa melayu/bahasa Indonesia diagabungkan pemakaiannya? Tidak lah asing karma kita akan sering mendengarnya entah itu karena si manusia itu kurang mahir berbahasa Indonesia/melayu atau hanya sekedar untuk berkelakar saja.memang aneh didengar bisa membuat kita tertawa juga bisa membuat kia pusing. Jadi kita bisa membuat pertanyaan akan bahasa minang tetap exist bagi kita orang minang?
Tak dapat di pungkiri suatu saat bahasa seperti itu akan membudaya dan membuat bahasa minang itu sendiri memudar .karena bahasa yang dulu banyak dipergunakan akan ditinggalkan oleh para penuturnya dan sudah pasti akan berganti dengan bahasa lainnya. Dan juga akan membuat nilai budaya yang terkandung dalam adat istiadat memudar.bahkan akan menghilang dan tinggal sejarah.
Dalam perjalanan bahasa Minang dalam existensinya, kita sebagai orang minang tentu ingin bahasa minang itu tetep ada dan lestari sampai kapanpun.perbandingan bahasa dan penggunaan bahasa daerah yang kita pelajari dan kita amalkan setiap hari hendaklah selalu kita pikirkan masa depannya. Karma dapat kita lihat dan perhatikan bahasa minang saat ini cenderung dikesampingkan atau di nomor duakan oleh orang minang itu sendiri.saat ini pun bahasa minang sudah mengalami banyak perubahan karna kemajuan zaman,apalagi bahasa minang mempunyai banyak kesamaan dengan bahasa melayu.

B. BAHASA BUMI SRIWIJAYA

1.    SEJARAH BAHASA SRIWIYA SUMATERA SELATAN
Bahasa ini berakar pada bahasa Jawa karena raja-raja Palembang berasal dari Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, dan Kerajaan Pajang. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Baso Pelembang Alus banyak persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa.Baso Pelembang alus atau bebaso. Baso Pelembang alus dipergunakan dalam percakapan dengan pemuka masyarakat, orang-orang tua, atau orang-orang yang dihormati, terutama dalam upacara adat. Namun bahasa Palembang yang digunkan sekarang tidak seperti asli lagi, sehingga sangat sulit membedakan antara bahasa halus dana kasar melalui kata-kata, namun kita membedakannya melalui bagai mana cara berbicara.
Baso Palembang siri-sari, bahasa sehari-hari lebih akrab digunakan dalam bertalimarga dengan seluruh masyarakat Palembang. Dengan demikian tujuan penutur dalam membentuk tutur pun beragam. Misalnya saat penutur mempertanyakan sesuatu kapada mitra tutur akan berbeda bentuk tuturnya ketika  penutur sedang marah kepada mitra penuturbaso sehari-hari dipergunakan oleh wong Palembang dan berakar pada bahasa Melayu. Dalam praktiknya sehari-hari, orang Palembang biasanya mencampurkan bahasa ini dan bahasa Indonesia (pemilihan kata berdasarkan kondisi dan koherensi) sehingga penggunaan bahasa Palembang menjadi suatu seni tersendiri.
Berikut contoh penuturan bahasa Palembang sehari-hari:
v aman / amon = kalau

Contoh: Aman kau ke sano gek, jangan lupo bawa pempek.

Arti: Kalau kamu ke sana nanti, jangan lupa bawa pempek.

v Contoh: Asak kau dapet cepek, ku enjok mobil la.

Arti: Kalau kamu mendapatnya dengan cepat, saya kasih mobil deh.

v awak = padahal
Contoh: Awak kau yang salah, nak nyalahke wong.
Arti: Padahal kamu yang salah, mau menyalahkan orang.
v balak = masalah
Contoh: Dak usah nyari balak la, kagek celako kau.      
Arti: Tidak usah cari masalah deh, nanti kamu celaka.
v balek = pulang
Contoh: Aku abes ni nak balek ke rumah.
Arti: Saya setelah ini mau pulang ke rumah.
v balen = ulang
Contoh: Balen oi, mano ado maen cak tu.
Arti: Ulang dong, mana ada main begitu.
v baseng = terserah/sembarangan
Contoh: Baseng kau la, aku dak melok-melok bae.
Arti: Terserah kamu sajalah, saya tidak ikut (kalau terjadi masalah, saya tidak ikut kena getahnya).
v bebala = bertengkar (mulut)
Contoh: Wong sebelah ni galak bebala sampe subuh.
Arti: Orang sebelah suka bertengkar sampai subuh.
v begoco = berantem/berkelahi
Contoh: Dak usah jingok jingok, begoco be kito!
Arti: Tidak usah lihat-lihat, berantem aja kita!
v cak mano = bagaimana
Contoh: Cak mano ni? pacak dak lulus kito ni
Arti: Bagaimana ini? Bisa tidak lulus kita.
v calak = pintar, cerdik
Contoh: Oi calak nian kau e, wong ngaki kau bawak kereta.
Arti: Cerdik juga kamu ya, orang lain jalan kaki kamu bawa sepeda.
v cemeke'an = pelit
Contoh: Cemeke'an nian, goceng be dak ngasi.
Arti: Pelit sekali, mamberi lima ribu saja tidak mau.
v Cugak = kecewa
Contoh: Keno cugak be aku lantak dio.
Arti: Saya kecewa karena dia.


2.       STRUKTUR SOSIAL DALAM BAHASA
Dalam berkomunikasi masyarakata Sumatra Selatan pada umumnya menggunakan bahasa yang sangat simple, karena mereka tidak disibukkakan akan tingkatan bahasa. Dalam adatnya bahasa Sumatra Selatan tidak ada bahasa yang dinilai sopan, dan bahasa yang dinilai halus sehingga kesan pertama yang akan dilihat orang selain sumatra adalah bahwa bahasa meraka sangat kasar. Sehingga beberapa daerah yang berada disumatra, kata-kata yang menurut orang lain kasar,namun bagi mereka itu bukanlah perkataan yang kasar akan tetapi  sebuah panggilan sahabat  yang digunakan kepada meraka yang di anggap sudah sebagai teman dekat, seperti kata “anjing”. 
Dalam kehidupan sehari-hari tidak ada  perbedaan yang signifikan dalam berbahasa, baik yang digunakan anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Namun pengaruh teknologi dan komunikasi pasti akan mempengaruhi suatu bahasa sehingga bahasa yang digunakan orang yang masih dinilai remaja akan memberi kesan bahwa bahasa yang mereka gunakan sedikit lebih gaul begitu juga dengan anak-anak karena, mereka meniru dari kakak-kakak mereka seperti kata bro, coy, yang kesemunya itu adalah bahasa-bahasa yang diserap dari bahasa asing. Walaupun demikian orang-orang Sumatra Selatan tidak serta merta menggunakan bahasa yang pada umumnya ketika mereka berbicara dengan orang yang lebih tua, atau kelompok yang dinilai lebih sopan, mereka akan berusa berbicara dengan halus dengan cara mengurangi penekanan dalam bahasa dan lebih memeperlambat dalam berbicara. Berbeda dengan halnya ketika mereka berbicara dengan teman-teman sebayanya mereka akan menggunkaan bahasa yang pada umumnya dengan menekan suara dan berbicara lebih kuat, keras dan terkadang diakhiri dengan kata-kata yang memperkuat teman atau suku solidaritas. Contoh :
a.         nak kemano mangcik? (dipergunakan untuk orang yang dianggap sopan) artinya mau kemana paman?.. 
b.        woi.. nak kemano coy? (dipergunakan untuk teman sebaya) artinya mau kemana kawan?

3.    DIALEK BAHASA
Setiap bahasa mayoritas memiliki ciri khas dimana dengan khas ini akan mudah membedakan antara bahasa satu dan bahasa yang lainnya, dan akan menjadi kebanggaaan tersendiri bagi orang-orang yang menggunakannya, dengan khas bahasalah semua orang akan lebih menghargai dan menggangap bahasa merekalah yang sangat unik dan bagus dibanding bahasa lainnya. Begitu juga dengan masyarakat Sumatra Selatan mereka memeiliki bahasa khas yang berbeda dengan yang lainnya, kesombongan bahasa muncul ketika adanya khas ini, baik dalam logat dan dialeg bahasa. Sehingga mereka senang memamerkan bahasa mereka dengan nada kuat dan tinggi kepada orang asing yang tidak mengetahui bahasa sumatra selatan. Secara deskriptif umumnya untuk mempelajari bahasa ini sangatlah mudah karena bahasa ini sama seperti halnya dengan bahasa Indonesia namun perbedaannya hanya dilogat bahasa dan bahasa yang setiap kata akan diakhiri huruf O, namun tidak semua bahasa Indonesia bisa diberi akhiran O karena bahasa ini memiliki bahasa sendiri yang tidak ada dengan bahasa alain contoh:
a.    Kata makan tidak bisa diubah menjadi makao atau makon
b.    Kemano/ (bahasa Indonesia yang diakhiri huruf O) yang artinya kemana
c.    Cakmano? (bahasa asli)artinya gimana?

4.    PERSAMAAN BAHASA
Dalam perkembangannya Bahasa Sumatera Selatan dan bahasa yang lainnya secara umum akan mengalami kesamaan dari berbagai sisi baik redaksi atau maknannya. Kaitannnya dengan bahasa, bahasa ini juga memeliki kesamaan kata dengan bahasa lainnya sehingga memunculkan arti yang sama juga, namun ada juga memiliki kesamaan kata berbeda makna sebagai contoh kata awak dalam bahasa sumatra selatan adalah padahala, dalam bahasa padang (sumatra barat) artinya saya, dalam bahasa Indonesia artinya salah satu komponen penting dalam kapal (awak kapal)/nahkoda. Untuk lebih jelasnya bisa kita perhatikan pada contoh dibawah ini:
Cokot (jawa)                                  : cokot (Palembang) = gigit
Pagawean (jawa)                            : gawean (Palembang)= kerjaan
Dewe (jawa)                                   : dewe’an (Palembang)= sendirian
Lawang (jawa)                               : lawang (Palembang) = pintu
Njabo(jawa)                                   : jabo (Palembang) = luar
Jero (jawa) : dalam                         : jero (Palembang) = kapok
Lemak (jawa) : gajih                      : lemak (Palembang) = enak
Melu (jawa)                                    : melok (Palembang) = ikut
Metu (jawa)                                    : metu (Palembang) = keluar
Unjuk (jawa) : minum                    : enjuk (Palembang) = member
Mburi(jawa)                                   : buri (Palembang)= belakang
Dengan realitas ini sehingga kita sering menemukan humor-humor yang lucu karena salah pengertian makna dari para pengguna bahasa. Contoh kasus :
“ pada suatu hari ada suku komering yang pergi kepalembang untuk membeli sebuah bola, ketika sampai ketoko olahraga orang komering tidak tau bagaimana menyebutkan kata bola dalam bahasa palembangnya sehingga ia berkata pada orang Palembang “kak ado sepak mantul-mantul dak?”  Trus orang Palembang berkata “oow bola?”... (orang komering) sepak mantul-mantul pak! (Palembang) “Iyo bola!”.. (komering) itu ado? (Palembang) Iyo bola!.. nah ito ado sepak mantul-mantulnyo kak( orang komering sambil menunjukkan kearah bola)… dalam bahasa komering bola artinya habis.

5.    PUJIAN DAN HINAAN DALAM BAHASA SUMATRA SELATAN
Pada dasaranya orang Sumatera itu memeiliki watak yang keras namun apa adanya sehingga dalam berbahasapun orang Sumatera hususnya Sumatera Selatan akan berbahasa dengan kasar dan dengan nada tinggi namun tetap ada sisi kasih sayang dan kelembutan dalam bergaul dan bahasa khusnya dengn orang lain yang bukan orang Sumatra, ia akan berusaha menghilangkan sisi kekerasan yang ada pada dirinya. Salah satu sifat fositif yang dimiliki orang Sumatra adalah mereka akan mengemukakan apa adanya sesuai apa yang meraka lihat. Sebagian orang Sumatra Apa bila ia tidak senang dengan orang lain maka ia akan berkata langsung kepada orang yang ia tidak senangi dan ini menjadikan dirinya lebih berwibawa dihadapan teman-temnnya, akan dihina dan dimaki apabila dia bermuka manis didepan namun menusuk dari belakang (bermuka masam dibelakang).
Karena siafat orang Sumatra yang berkesan blak-blakan dan apa adanya, sehingga orang Sumatera tidak bisa seindah suku lain lain yang bisa merangkai kata-kata khusus untuk pujian kepada orang, apa yang dia lihat dan rasakan itulah yang ia sampaikan contoh : “belegak nian kau hari ini bos!) cantik sekali kamu hari ini! Begitu juga dengan ejekan atau hinaan orang sumatra yang berwatak keras akan lebih keras lagi ketika dia menghina orang lain, menunjukkan tangan dan mata melotot serta memebawa senjata tajam  adalah salah satu ciri khas mereka ketika marah, tak heran setiap hari pasti ada kasus kriminal seperti pembunuhan dan mutilasi, beruntung pulau sumatra bukan pusat ibu kota sehingga kasus-kasu kriminal disana kelihatan lebih sedikit, namun faktanya kalaw kita langsung terjun kesana akan didapatkan kehidupan yang keras. Ejekan di sumatra identik kepada nasab, dan kotoran mereka sangat marah ketika teman sebayanya memanggilnya dengan nama orang tuanya seperti “halo pak sob!..(sob/sobri nama orang tua anak). Mereka akan lebih menghormati orang tua yang ketika memanggilnya menggunakan nama julukan ayahnya, karena di sumatra memiliki adat pemberian julukan kepada orang yang telah menikah. Contoh hinaan mengunakan kotoran : “woi pilat!” (pilat adalah kotoranputih  yang berada di zakar laki-laki yang belum bersunat).

6.    REKAYASA BAHASA
Pada sarnya Mitos dan mistis di daerah Sumatra sangatlah sedikit berbeda dengan daerah lainnya seperti pulau jawa sangat sarat dan kental akan mitos atau mistis. Kaitan dengan bahasa orang Sumatara juga masih menggunakan bahasa isyarat yang mengandung ketersiratan makan seperti contoh :
a.         Kalau kau jingok tengah malam ado kembang yang terbang di pucuk rumah, mako petando kageg ado tamu datang (kalawlah kamu melihat kupu-kupu yang terbang di atas rumah, maka itu adalah suatu pertanda bahawa nanti akan datang tamu).
b.        Amon makan jangan dak abis, kagek nangis pulo nasi tu! ( kalau makan jangan tidak habis, nanti nasinya nangis)

7.    UPAYA MEMPERTAHANKAN BAHASA
Suatu bahasa akan lebih mampu bertahan lama kalau daerah tersebut dekat dengan media, bahasa jawa terkenal karena salah satunya mereka dekat dengan ibu kota Negara walau tidak menutup kemungkinan orang-oarang jawa juga berkonstribusi mengenalkan bahasa meraka dengan melakukan penyebaran keselururuh kota dan desa. Begitu juga dengan bahasa Sumatera Selatan, meraka juga berusaha untuk bisa memepertahan bahasa mereka. Ini bermula ketika bahasa asli Palembang yang halus telah hilang, adapun bahasa yang digunkan sekarang sudah tidak asli lagi. Sehingga untuk mempertahan bahasanya pemerintah juga ikut berkoinstribusi dengan membuka stasisun-stasion televisi yang menggunakan Bahasa Sumatra Selatan dan radio-radio daerah yang menggunakan Bahasa Sumatra Selatan juga. Sedangkan dari masyarata itu sendiri mereka  yang memiliki bahasa akan menjaga dan melestarikan bahasa sumatra selatan dengan kesadaran, karena suatu penghinaan yang besar bagi mereka ketika mereka tidak menggunakan bahasa Sumatra Selatan ketika bertemu dengan orang Sumatra Selatan.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.minangforum.com/Thread-Sejarah-Suku-Minang yang diakses tanggal 13 Januari 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/bahasa_palembang yang diakses tanggal 13 Januari 2014

1 comments so far

This comment has been removed by a blog administrator.


EmoticonEmoticon